Rabu, 30 September 2015

Tunaikan Zakat Bukan Hanya Bulan Ramadhan

Tgk. Safwani Zainun, S.Pd.I, Kepala Baitul Mal Kota Banda Aceh: 

Baru saja menjabat sebagai Kepala Baitul Mal Kota Banda Aceh, Tgk Safwani Zainun langsung disibukkan dengan tugas sebagai amil. Ia langsung merespon kesadaran dan ghirah ummat Islam menunaikan kewajiban membayar zakat fitrah, zakat harta, infaq maupun shadaqah menjelang berakhirnya bulan Ramadhan.  

“Biasanya sebagian besar muzakki akan mensucikan hartanya pada lembaga pengelola dan pengembangan zakat dan infaq, mulai dari tingkat gampong sampai tingkat nasional pada bulan puasa. Kebiasaan musiman ini menjadi salah satu agenda kami. Dan kami berharap, agar zakat dapat ditunaikan tidak hanya di bulan ramadhan, tetapi juga pada bulan lainnya,” urainya.

Bagi alumni Fakultas Tarbiyah UIN Ar-Raniry ini, dunia zakat begitu melekat padanya. Suami dari Saprina Siregar, SPd.I ini merupakan Pengurus Baitul Mal Gampong dan Badan Kemakmuran Masjid. Bahkan pengetahuan dan retorika seputar zakat sudah diakui masyarakat, sehingga sering diundang tampil sebagai pemateri manajemen zakat.

Karenanya, saat terbuka formasi sebagai Kepala Baitul Mal Kota Banda Aceh, menggantikan pejabat lama yang mengundurkan diri, wiraswastawan pengolah batu bata ini langsung mendaftarkan diri. Langkahnya sejati ini menuju orang nomor satu badan resmi amil zakat di Banda Aceh ini berjalan lancar.

Setelah memenuhi sejumlah persyaratan dan melaksanakan fit and proper-test, akhirnya ia mendapat amanah sebagai pucuk pimpinan badan amil. Ayah dari Hanif Brillian Tamma Rausydiy dan Risyad Ridha Rausydiy ini berharap  dapat mengembangkan Baitul Mal menjadi lebih baik, sebagaimana disampaikan Walikota Hj Illiza Sa’aduddin Djamal saat melantik dan mengambil sumpah di Aula Balaikota, Senin (14/7).

Dia yakin, dengan dasar Qanun Nomor 10 tahun 2007, Baitul Mal memiliki peluang lebih besar dalam menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq dan shadaqah (ZIS)  di Aceh. “Setiap orang yang beragama Islam atau badan yang dimiliki oleh orang Islam dan berdomisili dan/atau melakukan kegiatan usaha di Aceh, yang memenuhi syarat sebagai muzakki menunaikan zakat melalui baitul mal setempat,”  Safwani mengutip ketentuan qanun.  

Pria kelahiran Mireuek Taman Darussalam Aceh Besar,  Agustus 1973 ini mengharapkan mustahik zakat seperti kaum fakir, miskin, fisabilillah, ibnu sabil dan senif lainnya, supaya mendoakan muzakki agar mendapatkan pahala dan keberkahan harta.

Sebagai Kepala Baitul Mal dia berupaya membuat sejumlah terobosan dan inovasi,  sehingga pengelolaan zakat lebih transparan dan amanah.  “Saya akan terus upayakan agar masyarakat percaya dan ikhlas membayar zakat melalui Baitul Mal,” harapnya.  (NA Riya Ison)



 


Memelihara Kehormatan Rumah Allah

Oleh  Tgk H Faisal Ali
Wakil Ketua MPU Aceh

Abu Dzar Al-Ghifari, berkata kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, berwasiatlah kepadaku." Lalu Rasulullah bersabda, "Aku wasiatkan kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah, karena ia adalah dasar segala urusan.”

Wasiat Rasulullah SAW  tersebut  berlandaskan  kepada firman Allah SWT: 
“Orang-orang yang beriman dan  selalu bertakwa,  bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan  dunia dan  kehidupan  akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.”


Bila manusia senantiasa membekali diri dengan taqwa kepada Allah, maka ia akan senantiasa dapat memelihara dirinya dari segala macam perbuatan tercela dan menyimpang, yang dapat mencelakakan dirinya dan orang lain. Orang bertaqwa tidak akan mudah terbujuk dan terjerat rayuan dan godaan setan, serta tidak akan mudah terpengaruh oleh kerusakan zaman.  Tidak mudah terlena dengan gemerlap dan kemewahan dunia.

Orang yang bertaqwa akan senantiasa mengisi lembaran-lembaran hidupnya dengan hal-hal yang bermanfaat. Tipe orang taqwa adalah tipe orang sederhana dalam hidupnya, gemar melakukan amal saleh dan hatinya tidak terpisah  dengan rumah Allah yang sangat mulia dimanapun dia berada. Mereka sadar, bahwa segala apa yang dianugerahkan oleh Allah  tidak akan membawa manfaat, bila segala sesuatu yang ia miliki itu, baik ilmu, harta, pangkat bahkan ibadah yang dijalankan  tidak dilandasi ketaqwaaan kepada Allah SWT.

“Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling tinggi nilai ketakwaannya.”
Semua teori terbukti gagal dalam mewujudkan kedamaian dan kebahagiaan bagi umat manusia. Dunia tidak bisa meraih kemuliaan dan kebahagiaan kecuali dengan Islam.

“Allah SWT telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh di antara kalian bahwa Dia akan menjadikan mereka berkuasa di bumi.” (QS An-Nur: 55).

Allah SWT memberikan pertolongan kepada orang  yang bertaqwa, bukan hanya ada kemudahan dalam urusan kehidupannya, tetapi juga memberikan perlindungan di hari yang keberadaan matahari sangat dekat di atas kepala.

“Kami pasti menolong para rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya  qiamat” (QS Ghafir: 51)

Shalat

Islam diturunkan untuk membentuk manusia yang sadar akan jati dirinya sebagai seorang hamba sekaligus sebagai agama yang menjamin kemaslahatan hidup manusia itu sendiri. Kualitas keimanan dalam Islam selalu dikaitkan dengan amal seleh. Memakmurkan masjid  bahagian dari amal saleh yang dilekatkan dengan simbol-simbol kemegahan dan ketakwaan yang dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar serta menjadi  spirit kesetaraan antara sesama manusia.

Filosofi shalat Jumat sekiranya diimplementasikan dalam segala aspek kehidupan,  insya Allah, kita akan makmur dan memperoleh kembali kehormatan yang terinjak. Ada tiga  hal yang menjadi tinjaun dalam pelaksanaan shalat Jumat. Pertama,  adanya khatib yang menyampaikan pengajaran yang dalam unsur pemerintahan adalah  ulama yang menyampaikan pertimbangan dan nasihat kepada pemimpin dan masyarakat.

Kedua, adalah  imam,  yang dalam struktur pemerintahan adalah pimpinan. Seorang  pemimpin  haruslah peka dan sensitif terhadap keadaan makmum yang terdiri dari berbagai kelompok. Khatib termasuk salah seorang yang mendoakan supaya terwujud apa yang disampaikan oleh Gubernur Zaini Abdullah. Pesan gubernur kepada pemimpin di seluruh Aceh supaya tidak bersikap sombong, angkuh dan berfoya-foya di atas penderitaan rakyat. Pemimpin harus santun dan beretika serta bekerja keras untuk meringankan beban masyarakat, bukan malah  menambah beban masyarakat.

Ketiga, makmum yang di dalam kehidupan lain adalah rakyat yang dituntut untuk senantiasa mendengar serta mangamalkan tausiah  ulama dan selain itu ada hal penting  yang  tidak boleh diabaikan oleh rakyat yaitu harus memberikan dukungan, doa  dan menjaga keterpaduan gerak dengan pemimpin. Gerakan dan bacaan shalat makmum tidak boleh mendahului gerakan dan bacaan shalat imam. Filosofi ini semestinya tidak terpisahkan dengan  aktifitas keseharian kita.

Masjid adalah “rumah Allah”, tempat umat Islam menjalin pertalian ruhaniyah dengan Allah Swt dan masjid juga tempat dimana umat Islam menjalin hubungan dengan sesama makhluk ciptaan-Nya, secara lahir dan  batin.merajut persaudaraan sejati sebagai sesama hamba,sebagai makhluk yang paling dimuliakan-Nya.Persaudaran sejati seperti ini adalah modal yang sangat kokoh untuk misi ke-khalifahan manusia untuk memakmurkan  bumi Allah dengan mewujudkan kesejahteraan,kemajuan dan keadilan bagi semua.

Masjid

Masjid pada hakikat utamanya adalah sebuah tempat untuk manifestasi ketundukan dan ketaatan seorang mukmin kepada Allah SWT. Dengan kata lain, masjid merupakan ekspresi ibadah seorang muslim.

Manusia yang dinilai mempunyai kecerdasan emosi adalah yang mempunyai etika berhubungan dengan orang lain, penghargaan terhadap nilai–nilai keindahan, jiwa yang baik, pribadi yang sensitif, teratur, bersih dan ketajaman jiwa yang mampu memahami satu kesalahan dan mampu mendeteksi  kapan itu terjadi.

Dalam Al-Quran terdapat dua perintah memakmurkan. Memakmurkan masjid termasuk  menjadikan masjid sebagai sekolah untuk internalisasi nilai-nilai kebaikan dan kebajikan serta ilmu pengetahuan.
Atas dasar ilmu pengetahuan inilah peradaban Islam tumbuh dan berkembang serta memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap peradaban dunia.

“Sesungguhnya yang mau memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta tidak takut kecuali kepada Allah, maka besar harapan mereka akan menjadi orang-orang yang terbimbing. (QS. At-Taubah: 18).

Dalam ayat di atas, Allah menghubungkan keimanan dan derajat ketinggian iman seseorang tergantung sejauh mana usahanya memakmurkan masjid sebagai rumah Allah.

Untuk lebih memotivasi kita dalam memakmurkan masjid, menarik juga untuk kita perhatikan hadits Rasulullah berikut ini: Dari Abî Umâmah, dari Nabi SAW bersabda, ”Siapapun berangkat menuju masjid dan ia tidak menginginkan kecuali untuk belajar kebaikan atau mengetahui kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala yang hajinya sempurna.”  (HR Al-Thabrânî)

Dan yang kedua adalah perintah memakmurkan bumi sebagaimana Allah berfirman: “Dia (Allah) yang telah menciptakan kalian dari bumi dan menuntut kalian memakmurkannya, lalu bermohonlah ampun kepada-Nya dan kembalilah kepada-Nya, sungguh Tuhanku Mahadekat lagi Maha Mengabulkan permohonan. (QS Hud: 61)

Memakmurkan masjid

Harga diri ummat Islam di satu negeri tercermin pada sejauh mana kondisi dan keadaan serta kemakmuran masjidnya. Jika masjidnya buruk atau bagus tapi kosong dari aktivitas maka buruk jugalah harga diri ummat di negeri itu. Namun, jika masjidnya baik, rapi dan makmur, maka menjadi tinggilah harga diri ummat di daerah itu. Umar bin Khattab RA  dalam satu khutbahnya, menambahkan bahwa ciri-ciri orang munafik adalah orang yang membangun rumah pribadinya lebih besar dan lebih indah dari masjid di kampungnya.

Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa membangun masjid, maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah istana di surga.”

Konsep Islam atas pembentukan masyarakat itu dapat disebut sebagai konsep madanî, yakni sebuah model yang merujuk bagaimana Rasulullah SAW membangun kerangka masyarakat Madinah, masyarakat yang dibangun atas tiga landasan utama yaitu: masyarakat yang berbasis masjid; berdasarkan persaudaran; dan masyarakat yang diatur oleh hukum yaitu Piagam Madinah.

Agama yang kita pahami, bukanlah agama yang sekadar mengatur kehidupan pribadi seorang manusia dengan Allah SWT. Namun kita meyakini bahwa Islam sebagai sebuah entitas agama, adalah juga manhâj yang mengatur hubungan antar sesama. Oleh sebab itu, selain untuk mengantarkan individu muslim menjadi pribadi yang saleh, Islam juga memiliki konsep untuk mengantarkan sebuah masyarakat yang saleh, baik itu secara material maupun spiritual, jasmani ataupun rohani.

Yang perlu ada jawaban  dari  kita adalah: kenapa langkah pertama yang dilakukan Rasulullah SAW saat membangun masyarakat Islam di Madinah adalah memulainya dari  masjid? Maka,  jawabannya adalah karena masjid bukan hanya berfungsi menciptakan kesalehan lahiriyah  saja tetapi masjid juga berfungsi sebagai tempat  untuk mematikan virus-virus kesombongan,keangkuhan dan keserakahan yang berakibat kepada hilangnya kehormatan diri,keluarga dan agamanya.

Adalah sangat disayangkan, masih ada di kalangan umat Islam yang menempatkan masjid sebagai elemen bagian dari kehidupan masyarakat, bukan elemen utama dalam membangun masyarakat. Cara pandang seperti itu dikarenakan adanya ideologi sekular yang menafikan peran agama dalam pembangunan masyarakat. Padahal sejak awal kemunculannya, bahwa sebenarnya Islam merupakan lebih dari sekadar suatu sistem teologi saja, Islam adalah suatu peradaban yang komplit.

Seseorang yang memulai pekerjaannya dengan semangat kemegahan masjid mampu menepis rasa takut untuk berbuat dan menghapus gentar dalam menghadapi resiko hidup. Dipastikan hilangnya nilai kesakralan masjid didalam sanubari seorang muslim akan  melahirkan fatalistis yang menyerahkan diri kepada nasib, atau bersikap apatis dan pesimis. Keyakinan kesucian masjid menambah kekuatan besar berupa energi rohaniah yang mampu mendorong manusia untuk hidup inovatif.

Rasulullah Saw bersabda: “Siapa mendatangi masjid berarti dia menjadi tamu Allah.”

Melalui nilai-nilai spiritual masjid dapat kita bangun karakter yang kuat yang didasarkan pada akhlak mulia dan senantiasa bertakwa kepada Allah SWT. Karakter yang seperti itulah menjadi modal dasar dalam melaksanakan pembangunan. Karena dengan jiwa yang didasari pada ketakwaan maka pembangunan dapat berjalan dengan baik yang menghadirkan nilai kejujuran dan anti pengkhianatan.

Dibalik pemikiran umat Islam khususnya  Aceh  sekarang  yang hanya terfokus pada pembangunan dan keindahan fisik masjid semata  tanpa memikirkan langkah-langkah untuk memakmurkannya, muncul kekhawatiran, sejarah kelam terkait perebutan dan pembumihangusan  masjid beberapa abad lalu di benua  Europa, tidak mustahil akan terjadi di daerah  yang dijuluki dengan Serambi Mekkah ini. Oleh karena itu, hendaknya kita kembali mengoreksi cara pandang kita terhadap Islam, yang dengan cara itu niscaya kita dapat kembali menempatkan masjid seperti yang telah difungsikan oleh Rasulullah dan generasi emas setelahnya.  

Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping menyembah Allah.”(Q.S.al-Jin.18).

Dengan semangat ketakwaan,  marilah kita bersama-sama menjadikan masjid  sebagai pintu  utama untuk melakukan perubahan dalam berbagai segmen kehidupan ke arah yang lebih baik.
Dengan demikian mudah-mudahan Allah memberikan taufik dan hidayahnya kepada kita semua, memberikan jalan yang lurus kepada kita semua serta menuntun kita dalam mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Wassalam.
.







Empat Langkah Sukses Garap Potensi Zakat

Oleh Ibnu Syafaat 

Potensi zakat di Indonesia sangat besar. Menurut Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) KH Didin Hafiduddin potensi zakat di Indonesia setiap tahun lebih dari Rp. 200 triliun. Namun, angka fantastis itu baru terealisasi setiap tahunnya sekitar 1-2 triliun rupiah.

Belum terealisasinya potensi zakat di Indonesia karena hampir 90 persen para wajib zakat (muzakki) masih berfikir bahwa zakat adalah kewajiban pribadi yang dibayar pada momentum bulan Ramadhan saja. Cara pembayarannya pun masih tradisional, yakni para muzakki membayarkan zakatnya langsung kepada mustahik (orang yang berhak menerima zakat). Maka tidak heran, jika pada momentum menjelang 1 Syawal, banyak para muzakki yang membagikan zakatnya kepada para mustahik di depan rumahnya.

Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar para muzakki masih belum membayar dana zakatnya kepada OPZ. Banyak hal yang membuat para muzakki enggan membayarkan zakatnya kepada OPZ, salah satunya adalah rendahnya kepercayaan kepada OPZ. Mereka (sebagian para muzakki) menganggap akuntabilitas dan profesionalitas OPZ masih rendah. Selain itu, banyak yang menilai dana zakat yang disalurkan OPZ tidak tepat sasaran.

Rendahnya tingkat kepercayaan para muzakki kepada OPZ ini harus dijawab oleh para penggerak OPZ dengan aksi yang positif. KH Didin Hafiduddin dalam World Zakat Forum (WZF) tahun 2010 pernah menyampaikan empat langkah yang harus dilakukan OPZ untuk menggali potensi ZIS. Pertama, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait dengan hukum dan hikmah zakat, harta obyek zakat sekaligus tata cara perhitungannya, dan kaitannya dengan pajak.

Edukasi ini penting untuk menyadarkan masyarakat akan manfaat berzakat. Tak hanya sekadar mendorong masyarakat untuk sadar berzakat, edukasi yang rutin dan sistematis juga diharapkan memberikan pemahaman akan pentingnya menyalurkan dana zakat kepada OPZ yang formal atau memiliki izin dari pemerintah. Edukasi bisa melalui bahan bacaan, forum diskusi atau pun iklan-iklan yang ditampilkan di media massa.

Bila kita ingin kembali mengikuti jejak Rasulullah dan para sahabatnya, maka zakat harus diberikan pada pemerintah yang berkuasa sebagai amil untuk dikelola atau pada amil yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola zakat. Contoh yang diberikan oleh Abu Bakar ra, zakat diambil dengan paksa. Dengan demikian, orang yang tidak mau membayar zakat akan diberi hukuman bahkan diperangi. Beliau berkata: Demi Allah, jika mereka menolak menyerahkan anak kambing betina (untuk membayar zakat ternak) yang dahulu mereka serahkan kepada Rasulullah saw, maka akan kuperangi mereka.

Sikap Abu Bakar ini bukan tanpa alasan karena Allah telah berfirman: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. At-Taubah ayat 103).

Jadi, firman di atas menegaskan bahwa Allah sendirilah yang memerintahkan kepada RasulNya, agar mengambil zakat dari para wajib zakat. Rasul kemudian menentukan para amil atau wakilnya untuk memungut zakat. Beliau juga menentukan orang yang ahli dalam menaksir hasil anggur dan kurma. Pada masa itu muzakki membayar zakat kepada Rasul Saw dan pada yang mewakilinya. Keadaan ini kemudian diteruskan oleh para sahabat.

Kedua, penguatan amil zakat sehingga menjadi amil yang amanah, terpercaya, dan profesional. Sumber Daya Amil (SDA) merupakan pilar strategis yang akan mampu meningkatkan citra OPZ, sehingga diperlukan upaya yang sistematis dan terintegrasi agar amil mampu memerankan posisi sebagai penggerak OPZ secara optimal. Penerapan manajemen modern mutlak diperlukan agar amil memiliki kompetensi yang dapat bersaing dengan SDM perusahaan profit. Kesetaraan ini penting dan bahkan harus karena amil memiliki tanggung jawab yang lebih besar yaitu mengelola dana zakat yang merupakan salah satu rukun Islam yang lima.

Ketiga, penyaluran zakat yang tepat sasaran sesuai dengan ketentuan syariah dan memperhatikan aspek-aspek manajemen yang transparan. Selama ini memang masih banyak dana-dana zakat yang disalurkan OPZ tidak tepat sasaran. Meskipun dalam tuntunan Allah dan RasulNya telah jelas delapan golongan yang berhak untuk menerima zakat tetapi pada praktiknya zakat, infaq, dan sadaqah saat ini distribusinya masih terbatas pada golongan fakir, miskin, dan amil saja.

Bila ditelisik, definisi fakir dan miskin seharusnya harus ditinjau ulang. Fakir miskin yang tidak pernah berusaha menafkahi dirinya sendiri, padahal ia masih bertenaga dan mampu melakukannya, menurut penulis tentu tidak termasuk pada mereka yang berhak menerima zakat. Bahkan dalam sebuah Hadits Rasulullah SAW memberikan kriteria orang miskin. “Orang miskin bukanlah orang yang berjalan kesana kemari meminta-minta, kemudian diberi sesuap dua suap makanan dan sebiji kurma. Orang miskin yang sesungguhnya adalah orang yang tidak mendapati kebutuhan yang mencukupi buatnya, tapi orang lain tidak tahu karena dengan kesabarannya dia menyembunyikan keadaannya dan tidak meminta-minta.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Keempat, sinergi dan koordinasi atau kerjasama antar sesama amil zakat. Sinergi bagi lembaga yang bergerak di ranah sosial (filantropi) seperti OPZ merupakan sebuah hukum sosial yang seharusnya tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sesama OPZ yang merupakan lembaga sosial tidak bisa terus menerus bekerja sendiri-sendiri. Meski sesama lembaga sosial, tampaknya memang dibutuhkan waktu dan perlunya duduk bersama untuk menyamakan persepsi dari OPZ. Karena diakui masing-masing OPZ memiliki latarbelakang yang berbeda.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan sinergi, titik persamaan dan perbedaan harus diketahui lebih dulu oleh masing-masing OPZ. Hal ini penting agar bisa melahirkan kesepahaman sehingga muncul visi bersama. Kalau masing-masing sudah mengetahui, hal ini nantinya akan tahu sisi mana yang bisa disinergikan dan bagaimana cara menyinergikannya. Oleh karena itu mulai saat ini bukan lagi waktunya berebut muzakki dan mustahik akan tetapi melakukan sinergi dalam mambangun kesejahteraan umat. 





Memaknai Arti Keadilan

Oleh: Hendra Saputra, Baitul Mal Aceh

Menciptakan keadilan di Aceh, khususnya dalam bidang ekonomi bukan perkara mudah. Masyarakat Aceh telah berpuluh tahun merasakan ketidakadilan dalam konflik, sehingga muncul “perjuangan rakyat” dengan harapan hidup dapat lebih baik.

MoU Helsinki yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dapat dijadikan tonggak awal mewujudkan keadilan di Aceh, namun membaca salah satu media masa, yang menulis total dana otonomi khusus hingga 2015 mencapai Rp 42,2 triliun, belum mampu memberikan perubahan signifikan, khususnya dalam bidang perekonomian. Akibatnya, sebagian masyarakat Aceh merasa belum adil.

Sebenarnya, di Aceh seiring dengan diberlakukannya syariat Islam, menciptakan keadilan hendaknya tidak hanya bergantung kepada dana otsus saja. Selama ini, zakat dan infaq yang dikelola oleh Baitul Mal seluruh Aceh yang jumlahnya lebih Rp 100 milyar pertahun, jika dikelola dengan baik tentu bisa dijadikan andalan, khususnya dalam bidang peningkatan perekonomian kaum dhuafa.

Jika dikalkulasikan,  dana otsus, zakat dan infaq jumlahnya tidaklah sedikit, namun sepertinya pengelolaan dana tersebut masih belum sinergi. Karena itu, diperlukan kerjasama antara lembaga pengelola dana, agar para penerimanya tidak tumpang tindih, sehingga dapat menciptakan rasa keadilan dalam masyarakat.

Mencitakan rasa keadilan dalam masyarakat tidak hanya diukur dari banyak atau tidaknya dana yang mengalir. Dana yang besar memang penting, namun yang paling penting adalah perubahan mental yang tidak hanya mengukur keadilan tersebut dari materi semata, melainkan rasa syukur harus pula selalu ditingkatkan atas nikmat yang diberikan Allah SWT.  

Islam memiliki konsep dalam memaknai arti keadilan sebagaimana Ibnu Qadamah mengatakan, keadilan merupakan sesuatu yang tersembunyi, motivasinya semata-mata karena takut kepada Allah SWT.

Dalam Islam, keadilan bukan sesuatu yang harus dibagi rata. Sebagai contoh, masalah warisan yang membolehkan bagian laki-laki adalah dua kali bagian perempuan atau suami memperoleh setengah harta warisan jika istrinya yang meninggal tidak mempunyai anak dan seterusnya (Al-Quran surat An-Nisa:  11, 12 dan 176). Ini merupakan ketentuan dan keadilan dari Allah SWT dan siapa yang mematuhinya akan masuk surga (Al-Quran surat An-Nisa’: 13).

Kemudian, surat Umar bin Al-Khattab kepada Musa Al-Asy’ari, agar pemimpin dapat berlaku adil, antara lain isinya: “Samaratakanlah manusia dalam pandangan, kedudukan dan keputusanmu, sehingga tidak ada celah bagi orang terpandang yang menginginkan agar kamu menyeleweng. Begitu juga tidak akan putus asa kaum yang lemah yang mendambakan keadilanmu (HR Ahmad bin Hanbal, Ad-Daruqutni, dan Al-Baihaki)

Dari kedua dalil di atas, dapat kita pahami, rasa adil itu kembali kepada hati nurani masing-masing. Sebagai pemimpin hanya bisa berupaya sekuat tenaga untuk berlaku adil. Adil atau tidaknya dalam memimpin hanya Allah yang Maha Mengetahuinya dan masyarakat yang menilainya.

Akhirnya, marilah kita renungkan hadits ini, “Tiada seorang diamanahkan oleh Allah untuk memimpin rakyat, kemudian ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, melainkan pasti Allah mengharamkan baginya surga.” (HR Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam. 






Kondisi yang Mencengangkan

Oleh Prof. Dr. H. Zainal Abidin Alawy, MA
Penceramah Halqah Maghrib Masjid Raya Baiturrahman
                                                                           
Dari Sa’ad r.a dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Aku heran terhadap orang Islam, apabila ia tertimpa musibah, ia introspeksi diri (muhasabah) dan bersabar. Apabila ia memperoleh kebaikan, lalu ia memuji Allah dan bersyukur padaNya. Sesunggunya orang Islam dipahalai oleh Allah dalam segalah hal, bahkan kepada suapan nasi (makanan) yang dimasukkan kemulutnya”.  HR Al-Baihaqy (Lihat As-Sayed Ahmad Al-Hasyimy: Mukhtarul Ahadits An-Nabawiyah wa Al Hikamul Muhammadiyah, huruf  “‘IN”, hadits ke- 7, hal 94)

Nabi Muhammad SAW merasa heran dan ajaib terhadap sifat-sifat terpuji yang dimiliki oleh orang-orang Islam dalam kedudukannya sebagai hamba Allah yang beriman dan bertaqwa, yang berkemampuan memelihara dan menahan diri, ketika ditimpa bencana dan penderitaan, serta berkemampuan menjaga luapan kegembiraan, tanpa bersorak-sorai pada kondisi dan waktu-waktu tertentu.

Keheranan Nabi SAW itu tercakup dalam tiga hal: Pertama, apabila mereka ditimpa oleh sesuatu musibah, yang didalamnya mengandung penderitaan, kesengsaraan, ketidak-amanan, ketidak-nyamanan, susah gelisah, gundah gulana, ketidak-stabilan, yang seyogiyanya mereka harus meronta-ronta, mengeluh, mengaduh, berteriak-riak, isak tangis, tetapi hal yang seperti itu tidak terjadi pada mereka.

Mereka paham benar dan mengerti, bahwa segala bentuk bencana, seperti kematian, kebakaran, banjir, gempa bumi dan tanah lonsor, semuanya telah tersurat dan ditetapkan dan tak terelakkan, sebagaimana firmanNya: “Katakan (Muhammad), tidak bakal menimpa kami, melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami dan hanya kepada Allah bertawakkallah orang-orang yang beriman”. (QS At-Taubah 9: 51)

Karena memakai prinsip inilah orang-orang muslim yang beriman memilki sifat: bermuhasabah  atau introspeksi diri sendiri, artinya merenungi apa yang telah menimpa mereka. Mereka meresapi terhadap kesalahan dan kekurangan yang telah mereka lakukan dan memperbaiki kesalahan setelah menilai diri mereka.

Kemudian memiliki sifat kesabaran, yaitu menahan segalah bentuk penderitaan dengan penuh ketabahan,  tanpa menampakkan penderitaan yang mereka rasakan dan tidak ada rasa benci kepada Allah akan cobaan yang mendera mereka. Dengan sabar inilah mereka mampu mengendalikan segala bentuk penderitaan, serta selalu bertawakkal dan pasrah kepada Allah.

Kedua, apabila mereka memperoleh kebaikan atau anugerah dari Allah, mereka memuji Allah dan bersyukur kepadaNya. Mereka meresapi dengan perasaan yang mendalam, bahwa anugerah itu datang dari Allah. Diterimahnya dengan penuh syukur. Mereka menerima bukan dengan sorak-sorai, kepongahan dan penuh suka ria. Mereka memahami, bahwa nikmat dan anugerah itu harus disyukuri, bahkan perlu diberitahu kepada pihak lain, bagaimana yang terkandung dalam firman Allah: Sesunggunya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat-Ku kepadamu.” (QS Ibrahim 14:7). Dan firmanNya: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan/beritahukan (dengan bersyukur)”. (QS Adh-Dhuha 93:11)

Ketiga, ssesunggunya muslim itu dipahalai dalam segalah hal, sampai dengan suapan (makanan) yang dimasukan ke dalam mulutnya.  Apabila seseorang makan dan dia memakannya dengan do’a: “ Ya Tuhan kami, berkahilah kepada kami apa yang telah Engkau rezekikan kepada kami”,  maka suapan makanan yang dimasukkan kemulutnya sendiri bernilai pahala disisi Allah. Usaha memakan makanan saja dipahalai, apalagi jika ada makanan yang diberikan kepada pihak yang membutuhkannya seperti kepada fakir, miskin, anak yatim, orang terlantar atau yang meminta bantuan makanan kepadanya. Hal yang demikian tentu akan mendapat pahala yang belipat ganda.

Tiga hal itulah yang mengherankan Nabi SAW atas kelebihan dan keistimewaan muslim dalam pandangan Allah SWT. Wallahu A’lam Bishshawab.




Pemuda dan Pembangunan Aceh

Oleh dr. H. Zaini Abdullah

Saya melihat peranan pemuda dalam sosialisasi bermasyarakat sungguh menurun dratis. Dulu, biasanya setiap ada kegiatan masyarakat seperti kerja bakti, acara-acara keagamaan, adat istiadat yang berperan aktif dalam menyukseskan setiap kegiatan adalah pemuda.

Dalam kontek Aceh hari ini, peran pemuda dalam pembangunan Aceh harus menjadi kenyataan. Unsur pemuda Aceh, harus memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan Aceh. Pemuda Aceh tidak boleh apatis, tapi harus memasang cita-cita besar, sebagai pelanjut kejayaan Aceh.

Mentor saya, Teugku Dr. Hasan Di Tiro, dalam mewujudkan cita-citanya untuk mensejahterakan rakyat, selalu menjadikan pemuda sebagai agent of change (pemuda sebagai agen perubahan).
Untuk itu, saya berpikir, semua pemuda Aceh selalu menjadi agen perubahan, dalam skala apapun. Inisiasi dialog dan diskusi pemuda patut digelar banyak tempat. Ini adalah bentuk cara berpikir seorang pembawa pencerahan dan perubahan.

Jadi seharusnya  pemuda  Aceh menjadi inspirasi dalam mengatasi berbagai kondisi dan permasalahan yang ada, terutama dalam hal pembangunan. Pemuda harus mengambil peran strategis bagi kemajuan rakyat Aceh secara radikal.

Membangun Aceh paska konflik dan tsunami tentu tidak mudah. Masih banyak ruang yang perlu kita isi bersama-sama, termasuk memaksimalkan peran pemuda. Untuk itu, setidaknya, pemuda Aceh dapat berperan pada beberapa hal:

Pertama, sudah seharusnya pemuda Aceh berperan dalam mengisi perdamaian dengan program-program yang membawa dampak positif bagi masyarakat. Saya tahu, dalam proses damai tidak lepas dari adanya peran pemuda Aceh. Tapi paska damai, saya tidak melihat, peran signifikan dari pemuda Aceh dalam mengisi perdamaian. Untuk itu, saya tunggu kontribusi nyata pemuda.

Kedua, pemuda Aceh dituntut kreatif melakukan program berkelanjutan (sustainable). Kedepan saya berharap, pemuda Aceh dapat terlibat dalam berpikir dan bertindak bagi kesejahteraan rakyat Aceh. 

Ketiga, pemuda Aceh harus mengisi pembangunan ekonomi. Unsur pemuda Aceh jangan hanya terpaku pada distribusi APBD dan ABPN, tapi pemuda harus mampu menjalin kerjasama bisnis dalam dan luar negeri dan membawa kesejateraan bagi anggotanya.

Keempat, pemuda Aceh harus memperkuat implimentasi dinul Islam. Saya melihat kehidupan sosial pemuda Aceh belakangan mengalami degredasi nilai, maka pemuda harus berperan aktif dalam menyukseskan program-program dinul Islam.

Saya percaya, spirit nasionalisme keindonesian dan keacehan masih melekat pada jiwa pemuda Aceh, karena pemuda sangat berperan penting dalam pembangunan. Sebagai pemegang estafet di masa yang akan datang, generasi muda harus menjadi pembawa cahaya bagi kemajuan Aceh, dengan cara berperan maksimal dalam setiap aktivitas pembangunan Aceh.



Senin, 28 September 2015

KEBENARAN KIAMAT DAN SENDA GURAU DUNIA

Oleh Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, MA

Surat al-An’am ayat 31-32:

“Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu. Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? “

Pada ayat sebelumnya, dinyatakan bagaimana pengingkaran orang-orang kafir menyebabkan mereka sangat menyesali pengingkaran mereka tentang kebenaran neraka dan hari akhirat.  Dalam ayat ini disebutkan bagaimana kenyataan dari orang-orang yang menafikan adanya kehidupan akhirat, sehingga mereka merasa sangat rugi dengan keyakinan salah mereka sewaktu di dunia yang menyatakan bahwa kiamat tidak akan terjadi. Allah juga menyatakan bahwa hari kiamat itu terjadi dengan tiba-tiba dan tak ada orang yang menyadarinya, begitu dirinya sadar pada hari itu, mereka telah ditutup pintu taubat kepada Allah. 

Pada hari kiamat orang-orang akan menyaksikan berbagai peristiwa dahsyat yang sebelumnya dijabarkan dalam al-Qur’an bagaimana huru-hara yang terjadi pada waktu itu. Dalam suatu ayat dinyatakan bahwa ketika hari kiamat datang, semua orang akan berpisah satu sama lain, orang-orang tak akan menghiraukan dan merasakan derita orang lain, masing-masing akan menyaksikan dahsyatnya hari kiamat tersebut.

Demikianlah kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, dengan selalu memperingatkan suatu hari yang akan memutuskan mata rantai jagad semesta alam raya ini, yang sampai sekarang masih dalam rahasia-Nya.

Allah juga menyatakan bahwa kehidupan di dunia ini adalah kehidupan yang tidak seberapa. Nikmat yang kita rasakan tidaklah bermakna bila dibandingkan dengan kehidupan kekal di akhirat. Allah menyatakan bahwa akhirat adalah tempat kebahagiaan yang abadi, sejati dan tidak mungkin disandingkan dengan kebahagiaan di dunia ini. Allah juga menegaskan bahwa orang-orang bertaqwa adalah orang-orang yang memilih akhirat sebagai prioritas terbesar dalam hidupnya. Oleh karena itu mereka menyiapkan bekal berupa ibadat dan amalan-amalan yang akan membawa mereka ke syurga anugerah Allah yang penuh nikmat dan kekal selama-lamanya.

Meskipun demikian, banyak diantara kita yang lalai dan tidak sadar bahwa hal tersebut adalah nyata, sehingga kita lalai dan tidak mengerti terhadap apa yang dijelaskan dan yang diperintahkan oleh Allah, sehingga terlebih dulu kematian menjemput kita sebelum kita benar-benar menyiapkan bekal untuk akhirat tersebut. Dengan perilaku kita sekarang ini, apakah kita akan benar-benar paham dengan yang dimaksudkan oleh Allah? Hanya amalan kita yang menjawabnya. Wallahu musta’an.

Selasa, 22 September 2015

Perhatikan Daerah Minim Qurban

Wawancara: 

Khudri, MA, Plh Kabag Agama dan Peran Ulama pada Biro Isra Setda Aceh

Berqurbanlah!  Kata itu tidak asing lagi ditelinga kita. Biasanya hanya orang-orang mampu saja yang bisa membeli hewan qurban dan menyembelihnya pada hari raya Idul Adha. Banyak juga orang mampu namun masih enggan berqurban. Padahal, banyak manfaat dan hikmahnya. Lebih jauh soal ini, simak wawancara wartawan Gema Baiturrahman, Indra Kariadi, dengan Plh Kabag Agama dan Peran Ulama pada Biro Isra Setda Aceh.

Apa komentar Anda tentang pembagian qurban yang belum merata antar daerah?
Pemerintah Aceh hanya mengimbau kepada panitia qurban di daerah-daerah, agar bisa meratakan pembagian daging qurban. Tempat-tempat yang hewan qurbannya banyak, sebaiknya diberikan kepada daerah yang minim hewan qurbanya.

Pemerintah Aceh hanya dapat mengimbau kepada aparatur gampong atau pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan hewan qurban, agar memprioritaskan kepada daerah yang minim hewan qurbannya. Pemerintah tidak dapat mengintervensi ataupun memerintahkan, karena hewan qurban itu merupakan sumbangan atau miliknya masyarakat dimana mereka berqurban.

Misalkan Gampong Lampineung yang mayoritasnya masyarakatnya berkemampuan, jadi disitu banyak hewan qurbannya. Nah, kita berharap kepada panitia qurban di gampong tersebut agar dapat mendistribusikannya kepada daerah-daerah yang hewan qurbannya minim. 

Bagaimana cara pembagian daging qurban oleh P3HBI?
Pemerintah Aceh membentuk Panitia Penyelenggara Peringatan Hari-Hari Besar Islam (P3HBI). Panitia ini menyurati semua SKPA dan instansi-intansi terkait lainnya seperti BUMN, BUMS serta lembaga-lembaga lainnya. Kita selalu mengimbau lembaga-lembaga yang ingin berqurban agar menyumbangkan hewan qurbannya melalui P3HBI. P3HBI menyalurkan hewan qurban tersebut kepada masyarakat fakir dan miskin, anak-anak yatim, dan kelompok masyarakat lainnnya yang mengajukan permohonan, baik itu permohonan oleh keuchik, lembaga dan lain-lain. Kita prioritaskan masyarakat yang mengajukan permohonan dan yang sangat membutuhkan serta berhak menerimanya.

Apa kendala yang dirasakan selama ini?

Problem yang terjadi di lapangan sulit untuk kita pecahkan, karena hewan qurban itu ada atas kesadaran masyarakat. Bisa jadi di daerah-daerah itu masyarakat mungkin punya minat, tetapi tidak punya kemampuan finansial untuk berqurban. Karena itu, kita sulit memikirkan masyarakat di daerah tersebut. Kita hanya dapat mengimbau saja. Kita berharap partisipasi keuchik yang gampongnya tidak ada hewan qurban sama sekali, dapat membuat surat permohonan ke P3HBI dan panitia qurban lainnya yang qurbannya berlebih. (editor: sayed mh) 

Pemerataan Distribusi Qurban

Banyak pelajaran bisa diambil dari pendistribusian daging qurban.  Satu gampong misalnya mendapat daging qurban berlebih, namun malah ada yang kurang cukup kalau dibagikan. Tapi di Aceh, fakir miskin pasti mendapat daging qurban meskipun sedikit, berkat pendataan tuha gampong, keuchik dan warga, kita patut bersyukur warga Aceh yang fakir miskin pasti kebagian jatah qurban. Namun ada problem jika satu gampong memiliki lebih dari tiga dusun. Tiap dusun memiliki jumlah warga miskin berbeda satu dengan yang lain, sedangkan ketersediaan daging sangat sedikit, maka akan terjadi cekcok karena kurang merata dalam pembagian perdusun.

Keuchik Lamgugop, Syauqi A. Majid, S.Ag mengungkapkan, daging qurban di Lamgugop cukup terpenuhi. Tahun ini terkumpul sapi 20 ekor, sedangkan kambing akan warga bawa sendiri di hari qurban. “Karena daging qurban yang ada berlebih, maka akan didistribusikan ke gampong Alue Naga dan Dayah Raya,” ungkap Syauqi. Kedua gampong tersebut dalam lingkup Kota Banda Aceh.

Gampong Alue Naga hingga kini belum terkumpul dana qurban, hingga  dua hari menjelang Idul Adha. Keuchik Alue Naga, Zulkifli Usman mengatakan, belum terkumpul dana qurban karena masalah yang terjadi akibat tsunami 2014. Warga empat dusun menuntut harus adil dalam pembagian, sedangkan  dalam pandangan Zulkifli harus dibagi berdasarkan kuota fakir miskin setiap dusun. Misalnya satu dusun ada 45 warga miskin, sedangkan dusun lain 60 orang lebih, jadi tidak bisa dibagi rata satu dusun harus satu sapi. Sehingga warga banyak yang protes.

Kasus lain ditemui Zulkifli, pada satu dusun ada bantuan sapi, namun tetap juga meminta untuk diberikan sapi oleh Keuchik, sedangkan ketersediaan sapi terkumpul hanya tiga ekor, yang harus dibagikan  untuk tiga dusun lainnya.

Karena itu, perlu mekanisme distribusi daging yang tepat sasaran, teliti dan cermat.  Di Aceh, pasti ada daerah yang tidak cukup jatah daging qurban seperti yang dialami Dayah Raya dan Alue Naga.  Langkah yang dilakukan Syauqi membagikan daging qurban ke gampong lain, bisa dijadikan contoh. Karena tidak semua gampong memiliki warga yang dermawan dan mampu berqurban.

Kesadaran 

Menurut Syauqi, penting juga membangun kesadaran dalam berqurban. Melalui musyawarah warga gampong yang dilaksanakan seminggu sebelum Idul Adha, dia menekankan tradisi berqurban adalah ibadah sunnha terbaik yang mestiya kita laksanakan. “Kita harus memotivasi kesadaran warga,” katanya.

Dia sendiri memberi contoh dalam berqurban, sehingga warga juga ikut serta.  Lalu bersama warga dibuat kesepakatan:  jika harga sapi kisaran 20 juta, dibentuk satu kelompok pequrban sapi sebanyak 7 orang, Rp1.750.000 perorang, setelah terkumpul baru diserahkan kepada Keuchik.  

Jadi, Lamgugop berbagi Alue Naga dalam berbagi daging qurban, sehingga permasalahan yang dihadapi warga Alue naga yang  kebanyakan korban tsunami dan berpenghasilan sebagai nelayan dapat tertangani. “Ini salah satu solusi dalam pendistribusian daging qurban,” kata Syauqi.

Ada solusi lain, kata Zulkifli, tahun lalu pihaknya mendapat uluran tangan dari donatur qurban seperti Rumah Zakat, salah satu partai politik, Gampong Pineung, Peurada dan Masjid Raya Baiturrahman/BPHBI.  AlhamdulillahNelly