Selasa, 26 April 2016

Reposisi Organisasi Remaja Masjid

Oleh Sayed Muhammad Husen
        

Orde Baru Soeharto menata politik Indonesia --salah satunya-- dengan cara membatasi perguruan tinggi berpolitik dan menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal tahun 80-an.  Dampaknya, masjid menjadi pilihan pemuda, remaja dan mahasiswa sebagai pusat pengembangan diri dan kreatifitas. Ketika kebijakan sosial politik negara membatasi ekspresi kaum muda, masjid jadi pilihan  basis aktivitas mereka. Ketika itulah bangkit organisasi pemuda remaja masjid di seluruh Indonesia.

Organisasi pemuda remaja masjid kemudian membangun jaringan nasional dengan nama Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia (BKPMI) tahun 1977, yang selanjutnya berubah menjadi Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI). Jaringan Pemuda Remaja Masjid Indonesia (JPRMI) yang digagas oleh aktivis salah satu partai politik Islam di Indonesia juga semakin meramaikan “gerakan nasional” pemuda remaja masjid.

Masjid di Aceh menerima organisasi ini sebagai bagian dari pengurus masjid, dengan nama Organisasi Remaja Masjid. Wadah berhimpun kaum remaja yang aktif dan berdomisili di sekitar masjid ini, melakukan berbagai kegiatan, misalnya pesantren kilat remaja, peringatan hari-hari besar Islam, pengembangan bakat minat dan berpartisipasi dalam memakmurkan masjid.

Perkembangan selanjutnya tahun 90-an, Remaja Masjid di Aceh mengisi kekosongan pembinaan anak di lingkungan masjid dengan mendirikan TPA (Taman Pendidikan Al Quran) atau TPQ (Taman Pendidikan Quran). TPA adalah wadah belajar dan bermain bagi anak di lingkungan masjid, sehingga waktu luang dapat digunakan optimal untuk melahirkan anak cinta masjid dan cita Al Quran.

Problemnya sekarang, ketika peran pemerintah di Aceh semakin menguat dalam mengurus syariat Islam, peran Remaja Masjid dan jaringannya semakin melemah.  Ini terjadi karena garapan mereka telah dikerjakan oleh pemerintah melalui Dinas Syariat Islam. Kegiatan pelatihan remaja masjid, peringatan hari-hari besar Islam, pembinaan ustaz TPA hingga Festival Anak Shalih pun difasilitasi pemerintah.

Karena itu, Organisasi Remaja Masjid di seluruh Aceh perlu secepatnya melakukan reposisi peran strategis, sehinga organisasi ini tak kehilangan spirit dan arah yang berakibat fatal, yaitu ditinggalkan oleh kaum pemuda dan remaja. Reposisi ini dapat dilakukan dengan merumuskan program dan kegiatan yang spesifik dan mampu membantu pemuda remaja Aceh keluar dari masalah yang mereka hadapi. Penting juga dirumuskan sinergitas program dan kegiatan dengan instansi pemerintah.

Satu masalah yang dihadapi pemuda remaja Aceh sekarang ini, rendahnya daya saing, sehingga pada umumnya mereka menghadapi kendala dalam merebut peluang kerja. Dalam kaitan ini, Remaja Masjid dapat membantu mereka meningkatkan kapasitas melalui pelatihan motivasi, pelatihan wirausaha, penguasaan teknologi informasi, bahasa asing dan keterampilan lainnya.


Demikian juga dalam bidang-bidang lainnya. Misalnya penguasaan Al Quran, Remaja Masjid tak boleh tercecer dari trend tahfidz Quran. Untuk itulah Remaja Masjid dan jaringannya BKPRMI perlu secepatnya merumuskan reposisi peran strategis Remaja Masjid di Aceh, minimal untuk 10 tahun akan datang.  

Daya Tarik Kota Suci


Daya Tarik Kota Suci
Oleh: Ahmad Faizuddin


Kota Makkah dan Ka’bah senantiasa menjadi daya tarik bagi ummat Islam. Namun menurut beberapa jama’ah, banyak perubahan terjadi di kota yang mulia ini dibandingkan 1980-an dulu.

Makkah dulu masih di kelilingi dengan bukit berbatu. Rumah penduduk bertebaran di atas bukit sekitar Masjidil Haram. Banyak kedai-kedai kecil di sekeliling masjid yang menawarkan para jama’ah berbagai macam barang dan cinderamata.

Yang menarik, cerita tentang para penjual dan pembeli di kedai-kedai tersebut. Ketika azan berkumandang semuanya meninggalkan aktivitas jual beli dan membiarkan kedai terbuka begitu saja.

Makkah sekarang sudah berubah. Rumah-rumah penduduk disekitar bukit tergantikan dengan gedung-gedung megah perhotelan untuk para jama’ah Haji. Beberapa bangunan lama diruntuhkan untuk proyek pembangunan dan pelebaran Masjidil Haram. Mungkin karena mengingat bertambahnya jumlah jama’ah setiap tahun, hal ini supaya masjid bisa menampung jama’ah yang banyak dan memberikan kemudahan ibadah kepada semua.

Banyak bangunan-bangunan baru untuk kemudahan beribadah. Terowongan baru dibangun untuk mengatasi sesaknya jama’ah memasuki Masjidil Haram. Ruang untuk melaksanakan thawaf kini lebih besar dan dapat dilakukan di tingkat atas. Tempat ibadah lari-lari kecil antara bukit Safa dan Marwah pun sudah bertingkat tiga.

Yang menjadi pusat perhatian tentu saja Ka’bah yang mulia. Ka’bah dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s. bersama putranya Nabi Ismail a.s. Dinamakan dengan Ka’bah karena bangunannya yang bersegi empat. Dalam bahasa Arab, rumah bersegi empat biasanya dinamakan dengan Ka’bah.

Dalam Al-Qur’an Surah Al-Fiil (105:1–5) Allah SWT menceritakan tentang burung-burung Ababil yang menghancurkan pasukan bergajah. Raja Najasi bernama Abrahah dari negeri Habasyah menyerbu Makkah dan berusaha meruntuhkan Ka’bah, namun Allah menggagalkan rencana mereka.

Allah SWT berfirman, “Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, hadya, dan qalaid. Allah menjadikan yang demikian itu agar kamu tahu, bahwa sesugguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa sesugguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS Al-Maidah 5:97).

Adapun yang dimaksudkan dengan pusat peribadatan dan urusan dunia bagi manusia adalah Ka’bah. Sekitarnya menjadi tempat yang aman bagi manusia untuk mengerjakan urusan-urusan duniawi dan ukhrawi. Sementara itu, bulan haram adalah bulan-bulan yang dilarang melakukan peperangan di dalamnya, yaitu bulan Zulka’dah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.

Hadya adalah binatang-binatang yang dibawa ke Ka’bah untuk disembelih di tanah haram dalam rangka ibadah haji dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin. Biasanya berupa unta, lembu, kambing atau biri-biri. Adapun qalaid maksudnya binatang hadya yang sudah ditandai dengan kalung supaya orang mengetahui, bahwa binatang tersebut diperuntukkan untuk dibawa ke Ka’bah. Dengan penyembelihan tersebut, orang yang berqurban mendapat pahala yang besar dan fakir miskin mendapat kesenangan dari daging-daging sembelihan yang diperolehnya.

Di Ka’bah ada sebuah batu bernama Hajar al-Aswad. Secara bahasa ia berarti ‘Batu Hitam’. Hukum mencium Hajar al-Aswad ini sunat pada permulaan tawaf. Dalam sebuah hadits riwayat dari Imam Al-Turmuzi diceritakan, bahwa Hajar al-Aswad akan menjadi saksi di akhirat kelak bagi mereka yang menciumnya dengan kebenaran.

Hal ini berarti belum tentu orang yang mencium Hajar al-Aswad akan memperoleh syafa’at di Hari Akhirat. Karena boleh jadi ia melakukannya dengan menyakiti jama’ah yang lain untuk mencium Hajar al-Aswad.

Semoga pesona tanah suci ini senantiasa kita nikmati sampai akhir zaman. Semoga jama’ah haji yang menunaikan ibadah di dalamnya mendapatkan gelar mabrur dan semoga ummat Islam yang belum menunaikan haji mendapatkan kesempatan mengunjungi tempat yang penuh berkah ini. Wallahu a’lam.

Penulis, mahasiswa program Doctoral di Kulliyyah of Education, Educational Management and Leadership, International Islamic University Malaysia (IIUM)


Mewujudkan Masa Depan Islam Gemilang

Khutbah Jumat:
Mewujudkan Masa Depan Islam Gemilang
Oleh: Muhammad Yusran Hadi, Lc, MA

Umat Islam mencapai kejayaan dan menjadi kuat dan mulia ketika mereka mengamalkan ajaran Al-Quran dan As-Sunnah. Hal ini telah dibuktikan dalam sejarah. Kejayaan umat Islam telah diraih dan dibuktikan oleh generasi para sahabat Nabi SAW dengan mengamalkan Al-Quran dan As-Sunnah dalam segala aspek kehidupan; aspek ekonomi, politik, negara, agama, budaya dan sebagainya. Para sahabat menerima ajaran Islam langsung dari Rasul SAW dan mengaktualisasikan dalam kehidupan mereka.  Maka tidak mengherankan jika generasi para sahabat diberi pujian dan predikat sebagai generasi terbaik umat Nabi Saw.
Pujian ini langsung diberikan oleh Allah SWT  dan para Nabi dan Rasul-Nya. Allah SWTberfirman: “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100).
Allah SWT juga berfirman: “Kalian adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, kalian menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110). Rasul SAW bersabda: “Sebaik-baiknya umatku adalah generasiku (sahabat), kemudian generasi yang datang setelah mereka (tabi’in), kemudian generasi yang datang setelah mereka (tabi’ut tabi’in).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Para sahabat telah dipuji oleh Allah SWT dan oleh Nabi Saw, karena mereka telah mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, mencintai para sahabat merupakan bagian dari aqidah Islam. Maka, kita wajib mencintai dan mencontoh para sahabat. Para sahabat wajib dijadikan idola dan teladan dalam kehidupan kita saat ini, agar umat Islam dapat meraih kembali kejayaan Islam seperti yang dialami oleh pada masa para sahabat.
Untuk mewujudkan hari depan umat Islam yang gemilang, maka kita wajib merujuk dan mengamalkan Al-Quran dan As-Sunnah sebagaimana yang diaplikasikan oleh para sahabat. Di antara ajaran Al-Quran dan As-Sunnah adalah mewujudkan ukhuwah Islamiah (persaudaraan sesama muslim) dan menjauhi segala perbuatan dan perkataan yang merusak ukhuwah Islamiah.
Ukhuwwah Islamiah  merupakan ajaran Islam yang diperintahkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan Ukhuwwah Islamiah akan terwujud perdamaian dan persatuan umat Islam. Dengan terwujudnya persatuan umat Islam, maka umat Islam akan menjadi umat yang kuat dan mulia seperti pada masa para sahabat. Para sahabat saling mencintai dan mengasihi sesama mereka. Rasa Ukhuwwah Islamiah ini telah dibangun dengan kokoh oleh Rasulullah SAW dan dilanjutkan oleh para sahabat. Inilah rahasia kesuksesan dakwah Rasul SAW sehingga terwujudnya peradaban dan kejayaan Islam pada masa para sahabat dan generasi sesudahnya.
Al-Quran dan as-Sunnah memerintahkan umat Islam untuk bersatu dalam aqidah Islam (aqidah Ahlussunnah wal jama’ah), saling mencintai sesama saudara seagama dan seaqidah, saling membantu dan mengasihi, dan membina ukhuwah islamiah. Sebaliknya, Al-Quran dan As-Sunnah melarang umat Islam berpecah berai, berselisih, membuat konflik, dengki, memaki, menfitnah, membenci, dan menyesatkan sesama muslim (ahlussunnah wal jama’ah). Maka, wajib hukumnya bagi umat Islam untuk membangun dan menjaga ukhuwah islamiah dan haram hukumnya merusak ukhuwah islamiah.
Allah SWT menegaskan bahwa umat Islam bersaudara dengan firman-Nya: “Sesungguhnya Orang-orang yang beriman itu bersaudara.” (Al-Hujurat: 10). Begitu pula Rasul Saw telah menegaskan bahwa umat Islam itu bersaudara dengan sabda beliau: “Seorang muslim itu bersaudara dengan muslim yang lainnya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Umat Islam itu bersaudara karena satu agama (yaitu Islam) dan satu aqidah (yaitu aqidah ahlussunnah wal jama’ah). Ahlussunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi Saw dan para sahabat dan bersatu dalam satu jama’ah. Secara fitrah, tabiat orang yang bersaudara itu adalah saling mencintai dan mengasihi. Karena orang yang memiliki hubungan persaudaraan itu pasti menyayangi dan mencintai saudaranya.
Umat Islam itu bersaudara, maka sesama muslim wajib saling mencintai dan mengasihi. Bahkan mencintai saudaranya muslim merupakan bukti kesempurnaan iman seseorang. Rasul SAW bersabda: “Salah seorang diantara kalian belum beriman (dengan sempurna) sebelum ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Umat Islam wajib berlemah lembut dan berkasih sayang terhadap saudaranya muslim. Sebaliknya, umat Islam harus tegas, berani dan kuat terhadap orang-orang kafir. Allah SWT berfirman: “Muhammad Itu utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (Al-Fath: 29). Allah SWTberfirman: “…yang bersikap lemah lembut terhadap orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir..” (Al-Maidah: 54).
Syaikh Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan ayat tersebut (Al-Maidah: 54): “Demikianlah sifat seorang mukmin yang hakiki berkenaan dengan saudara-saudaranya kaum muslimin yaitu rendah diri, tawadhu, lemah lembut, dan toleran. Sedangkan berhadapan dengan orang-orang kafir, maka dia lebih tinggi di atas orang-orang kafir. Dengan kata lain, umat Islam merasa kuat dihadapan orang-orang kafir, tidak loyo, tidak menunjukkan kecintaan kepadanya dan tidak cenderung kepadanya”. (Syarah Riyadhush Shalihin: 4/304)
Umat Islam itu bersaudara, maka seorang muslim tidak boleh menyakiti dan menzhalimi saudaranya muslim. Allah SWTberfirman: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58). Rasul SAW bersabda: “Seorang muslim itu bersaudara dengan muslim yang lainnya, maka tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh membiarkannya teraniaya dan tidak boleh menghinanya” (HR. Muslim).
Umat Islam itu bersaudara, maka seorang muslim tidak boleh dengki, membenci dan memboikot saudaranya muslim. Rasul SAW bersabda: “Dan janganlah kalian saling dengki, jangan saling membenci dan jangan saling membelakangi. Dan jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara” (HR. Muslim). Dalam riwayat yang lain: “Janganlah kalian saling memboikot, jangan saling membelakangi, dan jangan saling dengki. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim)
Umat Islam itu bersaudara, maka seorang muslim tidak boleh menyesatkan saudaranya  muslim (ahlussunnah wal jama’ah) tanpa ada dalil yang qath’i (kuat) dan sharih (jelas). Rasul SAW bersabda: “Tidaklah seseorang melemparkan tuduhan kepada orang lain dengan tuduhan kefasikan atau kekafiran melainkan tuduhan itu kembali kepadanya apabila yang dituduh ternyata tidak demikian.” (HR. Bukhari)
Umat Islam wajib bersatu dan haram bercerai berai dan berselisih. Allah SWTberfirman: “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai..” (Ali Imran: 103). Allah SWTjuga berfirman: “Dan janganlah kalian menjadi orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat.” (Ali ‘Imran: 105). Rasul SAW bersabda: “Allah akan menolong seorang hamba selama ia menolong saudaranya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasul SAW juga bersabda: “Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya seperti sebuah bangunan, di mana sebahagian bangunannya menguatkan sebahagian yang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan bersatu umat Islam akan kuat, mulia dan jaya. Sebaliknya dengan bercerai berai dan berselisih umat Islam akan lemah dan hina. Allah SWTberfirman: “Dan janganlah kalian berselisih, yang menyebabkan kalian menjadi gentar dan kekuatan kalian hilang..” (Al-Anfal: 46)
Umat Islam itu bersaudara, maka umat Islam wajib saling membantu dan mengasihi sesama saudaranya. Allah SWT berfirman: “Dan tolong menolonglah kalian dalam (berbuat) kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian tolong menolong dalam (berbuat) dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2). Rasulullah SAW bersabda: “Allah akan memberikan pertolongan kepada seorang hamba selam ia menolong saudaranya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Umat wajib bersolidaritas terhadap saudaranya yang lemah dan menderita. Sikap solidaritas itu dilakukan dengan ikut merasakan penderitaannya dan mengasihinya serta menolongnya. Rasul Saw bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kecintaan, kasih sayang, kelembutan mereka seperti satu badan. Jika salah satu anggota badan sakit, maka anggota badan lainnya juga ikut merasakan sakit.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikianlah ajaran-ajaran Al-Quran dan As-Sunnah yang memerintahkan (mewajibkan) kepada kita untuk mewujudkan ukhuwwah islamiah dengan bersatu, saling mencintai, mengasihi, membantu sesama muslim dan sebagainya. Sebagaimana melarang (mengharamkan) kita merusak ukhuwah islamiah dengan bercerai berai, berselisih, saling dengki, membenci, memprovokasi, menfitnah, menyakiti, menzhalimi, menyesatkan sesama muslim dan sebagainya. Semua perbuatan tersebut adalah perbuatan haram dan dosa besar.
Oleh karena itu, persoalan khilafiah jangan sampai merusak ukhuwah islamiah dan menjadi perpecahan umat serta membuat konflik, karena hal ini dilarang dan diharamkan dalam Islam. Persoalan khilafiah harus disikapi dengan saling menghargai, menghormati, dan toleransi sehingga terwujud ukhuwah islamiah. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk, mengamalkan Al-Quran dan As-Sunnah dan berkomitmen dalam syariat Allah Swt.

Khatib adalah Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh dan
kandidat Doktor Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM)