Minggu, 10 Januari 2016

Memahami Konsep Insya Allah

Oleh: Ahmad Faizuddin

Sebuah pesan WhatsApp masuk ke handphone. Saya membalas singkat dengan “InsyaAllah”. Tak lama berselang, teks berikutnya muncul, “Ya Akhi, jangan menulis ucapan tersebut dengan satu kata, apalagi menyingkatnya. Karena maknanya berbeda dari kata yang sebenarnya.” Benarkah?

Kalau ditulis insya, maka asal katanya adalah ansya-a yun-syi-u yang berarti membangun atau membuat. Contohnya Insya’ dalam pelajaran bahasa Arab. Maka insya Allah dapat diartikan membuat Allah, na’uzubillah. Sementara jika ditulis terpisah, in artinya jika dan syaa bermakna menghendaki. Jadi dari sudut pandang bahasa, penulisan in syaa Allah lebih tepat dan biasa diterjemahkan dengan jika Allah menghendaki.

Namun, karena perbedaan huruf Hijaiyah dengan alfabet Latin serta tidak adanya pedoman yang baku, maka transliterasi bahasa menjadi berbeda-beda. Di Indonesia kita sering menulis Insya Allah karena pengaruh bahasa Belanda. Padanan yang kita pakai untuk huruf syin (alphabet ke 13 bahasa Arab) adalah sy. Sementara di Malaysia, karena pengaruh bahasa Inggris, maka padanannya adalah sh sehingga menjadi Insha Allah.

Penekanan ucapan dan bunyi huruf dalam bahasa Arab juga menjadikan transliterasi ke dalam bahasa Indonesia berbeda-beda. Contohnya ada yang menuliskan Allah dan Alloh, shalat dan solat. Bahkan ada yang berpendapat bahwa kata Allah bisa dituliskan dengan huruf kecil menjadi allah, karena dalam bahasa Arab tidak ada perbedaan huruf kapital. Namun karena penghormatan kita kepada Dzat Yang Maha Agung, tentu menuliskannya dengan huruf kapital lebih sesuai.

Kemudian persoalan kata in dengan sya ditulis terpisah atau digabungkan sebenarnya tidak masalah. Alasan yang pertama karena transliterasi bahasa Arab ke dalam tulisan Latin tidak mempunyai konsekuensi syari’ah; alasan yang kedua adalah yang penting bagaimana kita mengucapkan ungkapan tersebut dengan benar sesuai dengan kaidah asli dalam bahasa Arab. Kalau kita salah mengucapkannya maka tentu artinya pun akan berbeda; dan alasan yang ketiga, ada yang berpendapat bahwa tidak masalah bagaimana penulisannya, yang penting adalah niat kita.

Menurut Penulis, hal-hal semacam ini tidak perlu kita perdebatkan karena tidak menghasilkan amal yang nyata. Salah seorang dosen senior saya malah sering membalas pesan dengan lebih singkat: iA. Tentunya yang beliau maksudkan in syaa Allah dan tidak mungkin yang lainnya.

Kalau harus terpaku dengan transliterasi bahasa yang ketat, maka akan sangat susah membuat kata-kata lain seperti masya Allah ditulis menjadi maa syaa Allah, Aisyah ditulis ‘Aa-isyah dan sebagainya. Karena ini menyangkut dengan persoalan bahasa dan bukan keyakinan, maka boleh dianggap sebagai bentuk kemudahan. Allah SWT menghendaki kemudahan dalam beragama (Q.S. Al-Baqarah: 185).

Daripada memperdebat masalah ini, bukankah lebih baik kalau kita menjadikannya sebagai bentuk tawakkal sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Kahfi: Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, (Q.S. 18:23) kecuali (dengan menyebut): ‘Insya Allah.’ Dan ingatlah kepada Rabbmu jika kamu lupa dan katakanlah: ‘Mudah-mudahan Rabbku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.’(Q.S. 18:24).

Ayat ini turun berkenaan dengan pertanyaan orang Quraisy kepada Muhammad SAW tentang roh, ashabul kahfi dan Zulkarnain. Nabi SAW menjawab, “Datanglah besok pagi kepadaku agar aku ceritakan” tanpa mengucapkan Insya Allah. Dan menurut riwayat, wahyu terlambat turun sampai 15 hari sehingga Nabi tidak dapat memberikan jawabannya (Tafsir Imam Qurthubi, Juz 10). Ayat ini merupakan peringatan apabila kita berjanji maka jangan lupa mengucapkan Insya Allah, jika Allah menghendaki. 

Jumhur Ulama berpendapat bahwa berjanji dengan tambahan ucapan Insya Allah adalah sunnah dan dianjurkan. Janji adalah hutang. Maka tanpa alasan (uzur) yang jelas, menyalahi janji termasuk perbuatan orang munafik. Mengucapkan itu mudah namun konsekuensinya berat.  

Sebagai kesimpulan, tidak masalah bagaimana cara menuliskan ungkapan yang bermakna jika Allah menghendaki. Yang penting adalah bagaimana kita mengucapkannya dengan benar sebagaimana kaidah asli dalam bahasa Arab. Ketika kita mengucapkan ungkapan tersebut, tentu pemahaman dan niat kita benar-benar tulus. Yang justru menjadi masalah adalah implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Ketika ada orang yang mengundang kita lalu kita balas dengan In Syaa Allah, berapa persen kira-kira komitmen kita untuk memenuhi undangan tersebut? Wallahu a’lam.

Pusi: Sendiri

Puisi:

Hefa Lizayanti:

Sendiri

Merasa sendiri
Dalam bising dunia
Adalah keajaiban yang nyata
Kau, aku, kita, memang dilahirkan sendiri sendiri
Masing-masing belaka
Tak berbilang pribadi
Kelak juga akan pulang sendiri sendiri                                                       
Kala dipanggil kembali
Maka sungguh, cukup Allah saja tempat keluh kesahmu
Sebab tiada sesiapa yang merasa
Tepat seperti yang kau rasa
Juga tiada sesiapa yang mampu memahami
Tepat seperti kau ingini
Hanya Allah semata
Yang Maha Tahu setiap detail pribadi kita
Pulangkanlah kepada-Nya
Jika kau tambat harapmu pada manusia
Maka kecewa akan menyerta
Sebab manusia tak pernah luput dari alpa
Tidak saat ini, kelak mestilah terjadi
Tidak pada semua, pada satu, dua, dan atau tiga pastilah ada
Bahkan lembaran catatan yang sangat pribadi
Kau simpan di lubuk gelap nan pekat
Dalam sistem yang sulit terlacak
Ia juga masih mungkin membuka aib diri
Hanya pada-Nya, benar-benar hanya Dia semata.

Takengon, 23122015

MEMPERBANYAK AMAL SHALIH PADA TAHUN 2016

NASKAH KHUTBAH JUMAT
Di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh pada  08 Januari 2015


Khatib Drs. Tgk. H. Sri Darmawan, Ketua Komisi C MPU Aceh Besar

MEMPERBANYAK AMAL SHALIH PADA TAHUN 2016


Tak terasa memang, waktu terus bergulir. Hingga saat ini kita telah memasuki tahun yang baru. Kita semua menyadari bahwa umur kita dari hari ke hari bukanlah bertambah, namun sebaliknya semakin hari semakin berkurang, kurang dan terus berkurang hingga datang ajal. Artinya kesempatan kita untuk memperbanyak amal shalih semakin habis, sedangkan perbuatan dosa selalu bertambah terus, tanpa tanpa ada penyesalan, seperti kata orang Arab:

"Engkau tetap hidup dalam kelengahan dan hatimu lupa hilanglah umurmu, sedang dosa-dosamu tetap seperti keadaannya".

Semestinya kita harus pandai-pandai memanfaatkan kesempatan sebelum kesempatan itu habis direnggut maut. Isilah kesempatan yang tersisa itu untuk beramal shalih dan jangan ada kesempatan yang terbuang percuma dan sia-sia belaka.

Di awal tahun masehi ini, kita harus mencapai kehidupan yang lebih baik, amal shalih yang lebih banyak dari pada kehidupan yang lalu.

Dan jangan suka menunda sesuatu yang berarti. Ingat firman Rabbi dalam surat Al-A'raf ayat 34:

"Tiap ummat itu mempunyai ajal, maka apabila datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya sesaatpun, dan tidak dapat pula memajukannya".

Mati itu suatu ketentuan yang pasti dialami oleh setiap orang, sekalipun ia telah berusaha menghindarinya, namun anehnya banyak manusia yang melalaikan mati, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Mukminun ayat 15:

"Kemudian sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar akan mati".

Tegasnya, kita harus menyadari bahwa kematian itu pasti datang, bisa saja menimpa kita dikala tua dan tak tertutup kemungkinan dia jemput kita di usia muda belia. Terkadang sore, terkadang malam dan datangnya tak terduga. Oleh karena itu, mari kita isi kesempatan di tahun ini dengan amal shalih untuk mencari ridha ilahi.

Baginda Rasulullah Muhammad SAW telah bersabda:

Kerjakan lima perkara sebelum tertimpa lima keadaan:
1. Pada masa hidupmu sebelum datang masa kematianmu
2. Pada masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu
3. Pada masa luangmu sebelum datang masa sibukmu
4. Pada masa mudamu sebelum datang masa tuamu
5. Pada masa kayamu sebelum datang masa miskinmu

Di dunia kita menanam segala amal shalih pasti akhirat kita akan memetik pahalanya. Kebenaran yang kita tanam dengan keikhlasan, keberkahan dan kasih sayang ilahi yang kita raih, amalan hamba tidak pernah hilang dari pantauan Rabbi dan tidak akan dirugikan oleh Rabbi, sesuai firman-Nya dalam surat Al-Jasiyah ayat 28-29:

“Dan (pada hari itu) kamu Lihat tiap-tiap umat berlutut, tiap-tiap ummat dipanggil untuk (melihat) buku catalan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. (Allah berfirman): "Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan".

Takalon ummat jiduek meuteot
Bandum teumakot sebab but salah
Bandum geumehoi geuyu cok kitab
But dilee meuhat jino geu balah
Nyoe kitab gata jikheun yang beuna
Pue takeurija bandum jiepeugah
Peu yang tapubuet ka kamoe salein

Semoga dengan ayat ini kita semua dapat selalu memanfaatkan kesempatan untuk memperbanyak amal shalih, bertaubat kepada Allah dan berzikir kepada-Nya.

Kata Abu bakar Shiddiq: kegelapan dan kehidupan ada lima macam dan lampu penerang nya pun ada lima macam:
1. Cinta dunia adalah kegelapan, sementara lampu penerang adalah taqwa
2. Dausa itu adalah gelap, lampunya adalah taubat
3. Kubur adalah gelap, lampunya adalah bacaan kalimah
4. Akhirat adalah gelap, lampunya adalah amal shalih
5. Jembatan shirathal mustaqim gelap, lampunya adalah keyakinan

Makanya Rasulullah mengingatkan kita dalam salah satu pidatonya:
"Segerakan olehmu dengan taubat sebelum mati dan segerakan olehmu dengan shalat sebelum luput waktunya".

Kata Jabir bin Abdullah radhiallahu 'anhu, Rasulullah membaca khutbahnya pada hari Jum'at:

"Hal manusia, taubat olehmu pada rabbimu dahulu daripada mati".
"Dan pergunakanlah kesempatan hidup ini untuk beramal shaleh sebelum kalian bimbang oleh dunia".
"Dan hubungkan olehmu akan amal anatara kamu dengan Tuhanmu dengan memperbanyak zikir kepada-Nya.
"Dan perbanyak shadaqah dengan rahasia atau dengan terang-terangan, maka Allah akan memberi rezeki dan menolong, serta memberi kemenangan kepada kamu sekalian".
Sungguh betapa mulianya orang-orang yang mau memperbanyak amal shalih di sisi Tuhannya, sesuai firman Allah dalam surat Al-Jasiyah ayat 30:

Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, maka Tuhan mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Itulah keberuntungan yang nyata.”

Sebagai kesimpulan akhir, paling tidak, di awal tahun ini kita harus menyadari ada lima tugas dan tanggung jawab, harus dapat kita laksanakan, insya Allah.

Pertama, melakukan islamisasi dalam diri kita. Maksudnya kita harus membentuk diri kita menjadi pribadi yang islami, sehingga segala sikap dan prilaku kita mencerminkan nilai-nilai islami yang agung, serta tarbiyah islamiyah, pendidikan yang islami harus berlangsung dengan sebaik-baiknya.

Tugas dan tanggung jawab yang kedua pada tahun ini, membangun rumah tangga yang islami, apalagi rumah tangga sering disebut sebagai unit terkecil dari masyarakat. Manakala masyarakat islami ingin diwujudkan, mutlak harus dibangun terlebih dahulu rumah tangga yang islami dan di sini kita berharap akan lahir generasi yang shalih. Dan pernikahan sangat dianjurkan di dalam Islam, bahkan harus dipermudah, disisi lain perceraian harus dipersulit, namun sekarang ini amat kita sayangkan justru sebaliknya, pernikahan jadi begitu sulit, sedangkan perceraian begitu mudah, akibatnya perzinaan semakin merajalela.

Tugas kita yang ketiga adalah memaksimalkan fungsi masjid sebagai pusat pembinaan ummat. Diakui atau tidak, kenyataan masjid kita umumnya dalam keadaan kritis, baik dan kepengurusan, program, dana, fasilitas penunjang maupun khatib, bahkan hingga partisipasi jama'ah yang amat kurang dalam memakmurkan masjid.

Tugas kita yang keempat, melibatkan diri dalam dakwah, karena dakwah tugas bagi setiap orang yang mengaku muslim, bukan hanya tugas orang-orang tertentu saja. Kita ini harus digolong oleh Allah dalam kelompok khairul ummah.

Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 110:
“Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah.”

Bandum geutanyoe sineujroh ummat
Nyang neupeutubit keuno lee Allah
Tayue buet yang got-got tatham buet jeuheet
Teuma lom meuhat iman keu Allah

Tugas dan tanggung jawab yang kelima (terakhir) adalah persoalan kaum muslimin di berbagai negara di belahan bumi ini, tampaknya butuh perhatian kita. Dan kita sekarang ini mudah termakan oleh berita, press Barat yang benci melihat kemajuan ummat dan kita harus membentuk opini yang memberikan dukungan kepada perjuangan kaum muslimin.