Banda Aceh (Gema) - Tanggal 21 Mei merupakan
Peringatan Hari Reformasi. Dimana tanggal 21 Mei 1998 mulai
digulirkannya Reformasi.
Prof
Dr Amien Rais MA, salah satu tokoh sentral gerakan reformasi, menjelaskan
agenda pertama yang menjadi tuntutan reformasi adalah amandemen konstitusi atau
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Selanjutnya, agenda kedua adalah mengembalikan Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI) ke peran pokoknya; ketiga, penegakan hukum; keempat, otonomi
yang cukup luas; kelima, pemerintahan yang bersih (clean government); dan
keenam, freedom of speech atau kebebasan menyatakan pendapat.
“Otonomi daerah tentu telah membuat rakyat di daerah jauh lebih berdaya dan
makmur, tidak seperti di era sentralisasi di mana pemerintah pusat seperti
drakula yang menyedot sumber daya alam di daerah kemudian membawanya ke pusat
(Jakarta),” kata Amien Rais beberapa waktu lalu di Gedung Dakwah Muhammadiyah
Jakarta.
Tetapi ada perkembangan yang kurang baik , menurut Amien Rais, pada saat
ini. Indonesia malah terjadi Nawa Sengsara atau Nawa Musibah pada
pemerintahan sekarang ini.
Apa
saja Sembilan musibah atau Sembilan kesengsaraan itu?:
Pertama, sengsara politik
Tidak pernah ada sejauh usia saya ini ada, kekuasaan yang secara sistematis
memecah belah bangsanya sendiri. Ini merujuk pada perpecahan di tubuh Golkar
dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), gesekan di internal Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), kekacauan di tubuh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia
(PSSI), hingga kasus ribut-ribut para ulama Nahdlatul Ulama (NU) saat muktamar
di Jombang, Jawa Timur.
Ini bagi saya very very stupid
policy. Kalau kayak begini, ya, anak bangsa juga
menjadi going down.
Kedua, sengsara sosial
Ini
ditunjukkan oleh tingkat ketimpangan antara orang kaya dan kalangan miskin atau
gini ratio di Indonesia yang masih menganga.
Ketiga, sengsara ekonomi
Musibah ekonomi atau sengsara ekonomi ini terjadi dengan roti ekonomi yang
jadi biang kerok Kue ekonomi yang jumbo hanya dikuasai atau dipegang oleh sekelompok
anak bangsa dan sisanya adalah samudera kemiskinan dan pengangguran.
Keempat, sengsara hukum
Ini ditunjukkan oleh ketidakhadiran keadilan di tengah masyarakat. Hukum
menjadi tumpul ketika berhadapan dengan elit, penguasa, atau orang-orang berpengaruh,
sebaliknya menjadi sangat tajam ketika mengeksekusi rakyat kelas bawah.
Kelima, sengsara pendidikan
Pendidikan di negara ini betul-betul terpuruk. Kemampuan membaca anak
Indonesia terendah di Asia Tenggara. Dari 49 negara berkembang yang dinilai oleh
Badan Anak-anak Perserikatan Bangs-Bangsa (UNICEF), Indonesia masuk dalam
jajaran tiga besar paling bawah.
Keenam, sengsara kecerdasan
Kita ini seperti bangsa yang agak lucu. Saya pernah berceramah di hadapan
para penambang di Melbourne, Australia. Saya katakan kalau misalnya kami rakyat
Indonesia meminta royalti tambang emas 6-7% masalah nggak? (Mereka menjawab),
‘oh, sangat masuk akal’. Tapi pemerintah ini sudah senang dengan 1-2%. Banyak
hal yang tidak masuk akal bagi bangsa lain tapi di kita masuk akal,”
Ketujuh, musibah akhlak
Salah satu persoalan adalah merebaknya lesbian, gay, biseksual, dan
transgender (LGBT). Ini LGBT tidak manusiawi tapi makin banyak pendukungnya.
Kalau kita menentang (disebut melanggar) hak asasi,”
Kedelapan, sengsara kemanusiaan
Sebagai bangsa yang sakit atau sick nation. Ada yang bilang Kita ini
seperti tidak fokus, seperti tidak mengenal mana yang benar dan mana yang
salah. Dimana orang semakin sulit membedakan kebenaran dengan kebatilan,
Kesembilan, sengsara kepemimpinan
Sekarang, apa yang benar-benar kita miliki? perbankan, perikanan,
pertambangan, pertanian, dan lain-lain tidak ada di tangan kita, tidak kita
miliki sepenuhnya.
Selamat Hari Reformasi. (sayed/le)
Sumber: http://suaramuhammadiyah.com/kolom/2016/05/21/nawa-sengsara-atau-sembilan-musibah-di-indonesia-versi-amien-rais-2/