Senin, 31 Agustus 2015

Munas IX MUI Sahkan Fatwa Pendayagunaan ZIS

Gema (Banda Aceh) - Forum Musyawarah Nasional (Munas) IX Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengesahkan pembahasan dua fatwa. Keduanya Fatwa tentang kriminalisasi hubungan suami isteri dan fatwa tentang pendayagunaan harta zakat, infaq, sedekah dan wakaf untuk pembangunan sarana air bersih dan sanitasi.

Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa, Prof Dr Hasanuddin mengatakan, selain dua fatwa ini, Sidang Komisi Bidang Fatwa juga merekomendasikan dua rekomendasi.  Yakni terkait dengan Pembahasan Penentuan Kriteria Awal Ramadhan, Syawal dan Dulhijah serta rekomendasi tentang pembahasan mengenai Syiah.

Terkait dengan penentuan kriteria awal Ramadhan, Syawal dan Dulhikah, Komisi C merekomendasikan kepada pengurus baru untuk melakukan pengkajian bersama antara ulama dengan ilmuwan di bidang astronomi.  Pengkajian dilakukan dengan menggabungkan dua pendekatan fikih dan sains sebagai pedoman Menteri Agama.

Hal ini sebagaimana yang diamanatkan oleh ijtima ulama komisi fatwa se-Indonesia 2003 dan rekomendasi fatwa nomor 2 tahun 2004 dengan juga melibatkan ulama-ulama daerah.

"Terkait dengan pembahasan Syiah, Komisi bidang fatwa merekomendasikan pengurus untuk melakukan kajian secara mendalam tentang Syiah di Indonesia, ajaran dan prakteknya," kata Hasanuddin.

Mitra pemerintah

Sementara Presiden Joko Widodo saat membuka Munas IX MUI di Surabaya, Selasa (25/8) meminta MUI membangkitkan optimisme ummat di tengah melemahnya perekonomian, sekaligus menjadi mitra strategis pemerintah.

"Peran konstruktif MUI sangat diperlukan dalam memandu dan membangkitkan optimisme masyarakat, lebih-lebih dalam situasi melambannya pertumbuhan ekonomi nasional seperti sekarang ini," kata Jokowi.

Masyarakat, sambung Jokowi, harus dipandu untuk tetap berpikir positif dan bekerja produktif. Dengan cara itu, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia bisa menjadi negara yang kuat.

Presiden juga meminta MUI tetap menjadi mitra strategis pemerintah dengan mendukung program-program pembangunan. Sebaliknya, Jokowi juga menyatakan komitmen pemerintah untuk membuka diri dan menerima berbagai masukan.

Dalam kesempatan itu, Jokowi juga membahas soal tema Muktamar MUI kali ini, yakni "Islam Wasathiyah untuk Indonesia dan Dunia yang Berkeadilan dan Berkeadaban". Menurut Jokowi, tema yang diusung itu ibarat sebuah muara tempat bertemunya banyak sungai.

Di antaranya terdapat dua sungai besar yang airnya tak pernah kering dan menghidupi bangsa Indonesia, yakni sungai 'Islam Nusantara' yang menjadi kredo Nahdlatul Ulama dan 'Islam Berkemajuan', kredonya Muhamadiyah.

"Sungai-sungai tersebut akhirnya pasti bertemu di sebuah muara, di tujuan akhir dan mulia, yaitu 'Islam untuk Indonesia dan Dunia yang Berkeadilan dan Berkeadaban', Islam yang rahmatan lil alamin," kata Presiden.

Personalia MUI

Munas MUI telah mengesahkan struktur dan personalia MUI masa khidmad 2015-2020 dengan Ketua Dewan Pertimbangan Prof Dr HM Din Syamsuddin MA dibantua tiga wakil ketua  Prof Dr Nasaruddin Umar MA, Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MA dan Prof Dr Azyumardi Azra MA.

Sekretaris  Dewan Pertimbangan Dr H  Noor Ahmad MA dan dua wakil sekretaris wakil sekretaris Drs Natsir Zubaidi dan Dr Bachtiar Nasir.  Sementara Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Dr KH Ma’ruf Amin dan dua wakil ketua   Prof Dr Yunahar Ilyas LC MA dan Drs KH Slamet Effendy Yusuf  MSi. Sekjen  Dr H Anwar Abbas MM Mag dan bendahara umum Prof Dr Hj Amani Lubis.
 
Kutip alam nasyrah

Ketua Dewan Pertimbangan 2015- 2020 Prof Din Syamsuddin mengingatkan segenap struktural kepengurusan MUI untuk konsisten dalam program yang telah ditetapkan.

Ia pun mengingatkan para pemangku amanat MUI lima tahun ke depan mampu mempertanggungjawabkan perbuatan, merencanakan perbuatan, dan mampu untuk memperbuatkan perkataan itu untuk menatalaksanakan program- program yang telah disepakati bersama.
Bahkan Din mengutip Al Quran Surah Alam Nasyrah ayat 7-8. “Faidza faraghta fanshab wa ila rabbika. Jika kita telah selesai dalam satu kegiatan, maka tibalah kegiatan- kegiatan lain sambil berharap kepada Allah SWT,” katanya.

Hal ini, jelasnya,  mengandung arti bahwa tidak ada kata istirahat, tidak ada kata rehat. Apalagi yang dilakukan oleh MUI, ujarnya, sebuah harakah atau gerakan yang tentu harus berlangsung dinamis sistematis untuk mencapai tujuan.
 
“Karena itu, dengan mengucap bismillahirahmanirahim, mari kita doakan pengurus baru dapat melaksanakan tugas sebaik- baiknya untuk menciptakan hari ini harus lebih baik dari yang kemarin dan hari yang akan datang harus lebih baik dari hari ini,” lanjutnya.


Soroti syiah

Sidang Komisi Rekomendasi dalam Musyawarah Nasional MUI menyoroti belasan topik, di antaranya Syiah, radikalisme, pornografi, penyatuan awal Ramadhan dan Idul Fitri, kriminalisasi dalam hubungan suami istri, dan sebagainya.

"Kita belum selesai merumuskan soal Syiah. Kita memang ada persoalan dengan Syiah yang perlu ada kebijakan, tapi jangan sampai ada anarkhisme," kata Ketua Komisi D (Rekomendasi) Munas IX MUI KH Abdusshomad Bukhori.

Ia menjelaskan, untuk mengatasi anarkisme mungkin bisa saja meniru sikap Pemprov Jatim yang mengeluarkan Pergub 55/2012 tentang pembinaan aliran sesat.

"Karena itu, Munas MUI kali ini mengangkat tema wasathiyah atau tengah-tengah alias moderat yang berarti tidak ke kanan atau liberal dan juga tidak ke kiri atau radikal. Jadi, Indonesia merupakan bumi Islam Moderat yang tidak ke kanan dan ke kiri," katanya.

Menurut dia, Komisi Rekomendasi Munas IX MUI juga membahas insiden Tolikara yang menyoroti dua hal yakni pelarangan beribadah sebagai pelanggaran HAM, lalu peristiwa Tolikara harus diusut tuntas agar tak terulang, baik pelaku maupun aktor intelektual.

"Kami juga merekomendasikan perlunya ekonomi Islam dalam konteks dana pembangunan serta pengaturan masalah pertanahan yang banyak dikuasai oknum secara berlebihan, sehingga merugikan masyarakat," kata ketua MUI Jatim itu.

Secara terpisah, Ketua Komisi C (Fatwa) Prof Dr H Hasanuddin AF MA menegaskan bahwa pihaknya telah merumuskan tiga fatwa dalam Munas IX MUI di Surabaya, namun satu fatwa belum dapat disimpulkan dan menjadi "pekerjaan rumah" bagi kepengurusan MUI mendatang.

"Dua dari tiga fatwa yang telah tuntas dirumuskan adalah hukum harta zakat untuk pengadaan proyek air bersih dan sanitasi, serta kriminalisasi dalam hubungan suami-istri terkait UU KDRT. Satu-satunya fatwa yang belum ada kata sepakat adalah penyatuan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Zulhijjah," katanya.

Ketua Komisi Fatwa MUI yang juga Guru Besar Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta itu menambahkan MUI menolak adanya sanksi pidana terkait pemaksaan dalam hubungan suami-istri sebagaimana diatur dalam UU KDRT.

"Islam tidak mengatur sanksi pidana dalam hubungan suami-istri. Islam mengatur bahwa suami tidak boleh melakukan kekerasan, lalu istri tidak boleh menolak bila tidak ada halangan syar'i, seperti melahirkan, sakit, menstruasi, dan sebagainya," katanya.

Untuk pemanfaatan harta zakat untuk proyek air bersih dan sanitasi, ia mengatakan hal itu boleh, asalkan mustahik (fakir miskin) di sekitarnya sudah terentaskan semuanya dan pemerintah belum mampu mengusahakan proyek itu. "Itu karena air bersih itu penting untuk makan-minum," katanya. Sayed M Husen/Republika


Dewan Da’wah Aceh Siapkan Da’i Perbatasan

Gema (Banda Aceh) - Dewan Da’wah Aceh (DDA) sedang menyiapkan kader-kader da’i yang nantinya akan berda’wah dan ditempatkan di daerah perbatasan Aceh. Persiapan para da’i tersebut dilakukan oleh DDA dengan mendirikan Lembaga Pendidikan Akademi Da’wah Indonesia  Dewan Da'wah Aceh (ADI DDA).

“ADI DDA mempunyai misi membantu percepatan pelaksanaan syariat Islam, mengantisipasi pendangkalan akidah dan penyebaran aliran sesat,” kata Wakil Ketua DDA sekaligus Direktur ADI, Dr Muhammad AR MEd, kepada Gema. Tenaga da’i ini diharapkan mampu menjadi imam, khatib dan membimbing ummat, agar tegaknya amar ma’ruf nahi mungkar.  

Ia mengatakan, ADI DDA menerima 23 mahasiswa tahun 2015 yang berasal dari daerah rawan aqidah seperti Simeulue, Singkil, Aceh Tenggara dan Subulussalam. 23 mahasiswa itu telah dinyatakan lulus oleh tim verifikasi.
                                                                                                    
Dari Subulussalam 13 orang, Aceh Singkil 1 orang, Simeulue 7 orang dan Aceh Tenggara 2 orang. Semua mahasiswa ini akan diasramakan. Sedangkan biaya kuliah, biaya asrama dan biaya makan digratiskan.

Sementara pada 2014 ADI DDA telah menampung 10 mahasiswa dan satu diantaranya berasal dari Malaysia. Jadi jumlah mahasiswa yang mendapatkan pendidikan gratis ini 33 orang. Semua mereka berasal dari keluarga kurang mampu, dhuafa, yatim dan anak muallaf.
  
Sementara Sekretaris ADI DDA, Dr Abizal, Lc, MA mengatakan, tenaga pengajar ADI merupakan lulusan S2 dan S3 dari IIUM, UPM, UM Malaysia, Omdurman Sudan, Al-Azhar Mesir, Universitas Islam Madinah, UIN Ar-Raniry dan Unsyiah.

“Masa belajar ADI selama dua  tahun, kemudian diseleksi untuk kuliah program strata satu di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohd Natsir di Jakarta, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,” kata Abizal.

Gelar muswil

Pengurus Wilayah DDA akan menggelar Musyawarah Wilayah (Muswil). Muswil ke empat ini direncanakan digelar pada akhir Oktober 2015 di Banda Aceh, yang diikuti Pengurus Daerah 23 Kab/Kota seluruh Aceh.

“Beberapa hari lalu kita telah mengadakan rapat awal dan membentuk panitian Muswil,” kata Dr Tgk H Hasanuddin Yusuf Adan, Ketua DDA. .

Menurutnya,  Muswil akan dihadiri Ketua Umum Dewan Dakwah Pusat KH Syuhada Bahri dan tokoh nasional lainnya. “Kita berharap, Muswil dapat dibuka oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah,” kata Hasan.  Sayed M Husen/Rel


Perlu Anggaran yang Cukup Sosialisasikan Qanun Jinayah

Banda Aceh (Gema) - Rakyat Aceh mengukir sejarah baru dalam pengembangan hukum di Indonesia. Sebab, 22 Oktober2014/27 Dzulhijjah 1435 H setelah perdebatan panjang akhirnya DPRA bersama Pemerintah Aceh telah mengesahkan qanun yang sangat fundamental bagi kehidupan masyarakat Aceh:  Qanun Aceh Tentang Hukum Jinayat Nomor 6 tahun 2014, diundangkan dalam Lembaran Aceh Tahun 2014 Nomor 7 tanggal 23 Oktober 2014.

Qanun ini, menurut  mantan Ketua Mahkmah Syar’iyah Aceh, Drs H Soufyan M Saleh SH MM, berlaku efektif 23 Oktober 2015, satu tahun setelah diundangkan. Tinggal hitungan hari. Kondisi ini, memunculkan ekspektasi besar masyarakat, agar aparat penegak hukum dan stakeholder terkait memiliki kesiapan dalam implementasi qanun tersebut.

Karena itu, kata Soufyan,  Lembaga Konsultasi Hukum Al-Hikmah dan Dewan Da’wah Aceh didukung Ikatan Hakim Mahkamah Syar’iyah Aceh (IKAHI MSA), Yayasan Putroe Kande dan Perhimpunan KB PII Aceh, menggelar seminar Evaluasi Kritis Implementasi Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Jinayat dan Kesiapan Aparat Penegak Hukum.

Seminar berlangsung Selasa (4/8) di Aula Mahkamah Syar’iyah Aceh diikuti seratusan peserta yang terdiri akademisi, tokoh adat, ulama, para hakim, jaksa, polisi, pengacara, Pemerintah Aceh, DPRA, mahasiswa, wartawan, lembaga dakwah dan Ormas Islam.  Seminar dipandu Junaidi Ahmad, MH (Ketua Dewan Da’wah Pidie).

Soufyan sebagai Ketua Panitia Pelaksana menjelaskan, pemateri dan topik yang dibahas dalam seminar itu:  Teknis penyidikan perkara jinayat dan beberapa kesulitan dalam praktek oleh AKBP Deden Sumantri SIK MH; “Peran Kejaksaan dalam penyelesaian perkara jinayat” oleh Hermansyah SH MA; “Kewenangan Mahkamah Syar’iyah dalam mengadili perkara jinayat” oleh Drs H Jufri Ghalib SH MA dan “Sekilas tentang jarimah dan uqubat yang diatur dalam Qanun Nomoe 6 Tahun 2014 tentang jinayat” oleh Prof Dr  Syahrizal Abbas MA.

Soufyan menyampaikan beberapa rekomendasi seminar, antara lain: Pemerintah Aceh dan Kab/Kota bersama para ulama dan melibatkan Ormas Islam, perlu memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang Qanun Jinayat, melalui da’wah dan sosialisasi yang massif, sebagai langkah preventif guna meminimalisir terjadinya pelanggaran jinayah. “Pemerintah harus menyediakan anggaran yang cukup,” katanya.


Demikian juga, tata cara pelaksanaan hukuman cambuk dihadapan umum yang selama ini  sudah berjalan perlu ditinjau ulang, terutama bila eksekusi hukuman cambuk melebihi 20 kali cambukan, berkaitan dengan panggung, apakah perlu yang permanen atau tidak. Ini perlu kajian bersama.  

Forum seminar  merekomendir, untuk meningkatkan  profesionalisme dan memperkaya wawasan aparatur penegak hukum ayariat di Aceh, perlu diberi kesempatan dan bantuan untuk melakukan studi banding ke luar negeri seperti Malaysia, Turki, dan Saudi Arabia, sesuai kemapuan anggaran (APBA/APBD).

Soufyan menambahkan, untuk memudahkan koordinasi dan komunikasi serta evaluasi secara berkala antar lembaga penegak hukum di Aceh dan Pemerintah Aceh/Kab/kota dalam pelaksanaan hukum jinayat, perlu segera dibentuk Forum Kerjasama terutama di tingkat provinsi (Pemerintah Aceh, dinas syariat, kepolisian, kejaksaan, Mahkamah Syar’iyah, KemenkumHam dan Baitul Mal).
“Dengan berlakunya Qanun Qanun Nomor  6 tahun 2014,  Mahkamah Syar’iyah di Aceh akan mendapat tambahan minimal 15 jenis perkara jinayat sebagai kewenangan baru, sesuai amanat UU PA.  Karena itu, Pemerintah Aceh perlu membantu tenaga security dan administrasi bagi masing-masing Mahkamah Syar’iyyah minimal tiga orang,” jelasnya.

Rekomendasi seminar yang dirumuskan tim yang terdiari dari: Prof Dr Hamid Sarong SH MH, Drs H M Jamil Ibrahim SH MH MM, Dr H Munawar A Djalil MA, Drs H Miswar Sulaiman, Drs H Rafiuddin SH, Drs H Abd Manan Hasyim SH dan Drs Syekhan Aljufri SH MH, memandang perlu segera disiapkan peraturan gubernur yang mengatur tentang  biaya perkara jinayat, rumah tahanan bagi pembuat pelanggaran qanun jinayat dan peradilan anak di Mahkamah Syar’iyah.  Sayed M Husen/Rel


Menyatakan Rindu

By: Hefa Lizayanti

Entah bagaimana rindu ini harus kuurai
Pada teman dan pasangan setianya
Sesederhana penggores dan kertas
Entah bagaimana rindu ini harus kugurat
Melalui tinta dan penampungnya
Menuntaskan seluruh rasa yang remuk redam
Pada keterbatasan waktu dan tenaga
Yang menyerap nyaris seluruh kata
Tertelan mentah oleh dingin udara
Kala waktu memihak
Ia hilang tak berjejak
Rasa itu tak berdetak
Lalu aku tersedu oleh gumpal rindu
Lagi dan nyaris selalu
Yang sulit kueja pada mereka yang kurasa dekat
Dengan kelapangan yang lebih indah
Hingga tintanya sentiasa tergurat
Termaknai dengan sepenuh rasa
Pada hampir setiap pagi membagi cahaya
Tapi tak kupunahkan ia
Kubiarkan menggumpal begitu saja
Karena pada jenak-jenak istimewa
Dalam keluangan yang bersahaja
Engkau akan melihat ia kutata.

Takengon, 05082015