Gema (Banda Aceh) - Forum Musyawarah
Nasional (Munas) IX Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengesahkan pembahasan
dua fatwa. Keduanya Fatwa tentang kriminalisasi hubungan suami isteri dan fatwa
tentang pendayagunaan harta zakat, infaq, sedekah dan wakaf untuk pembangunan
sarana air bersih dan sanitasi.
Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa, Prof Dr Hasanuddin mengatakan, selain dua fatwa ini, Sidang Komisi Bidang Fatwa juga merekomendasikan dua rekomendasi. Yakni terkait dengan Pembahasan Penentuan Kriteria Awal Ramadhan, Syawal dan Dulhijah serta rekomendasi tentang pembahasan mengenai Syiah.
Terkait dengan penentuan kriteria awal Ramadhan, Syawal dan Dulhikah, Komisi C merekomendasikan kepada pengurus baru untuk melakukan pengkajian bersama antara ulama dengan ilmuwan di bidang astronomi. Pengkajian dilakukan dengan menggabungkan dua pendekatan fikih dan sains sebagai pedoman Menteri Agama.
Hal ini sebagaimana yang diamanatkan oleh ijtima ulama komisi fatwa
se-Indonesia 2003 dan rekomendasi fatwa nomor 2 tahun 2004 dengan juga
melibatkan ulama-ulama daerah.
"Terkait dengan pembahasan Syiah, Komisi bidang fatwa merekomendasikan pengurus untuk melakukan kajian secara mendalam tentang Syiah di Indonesia, ajaran dan prakteknya," kata Hasanuddin.
"Terkait dengan pembahasan Syiah, Komisi bidang fatwa merekomendasikan pengurus untuk melakukan kajian secara mendalam tentang Syiah di Indonesia, ajaran dan prakteknya," kata Hasanuddin.
Mitra pemerintah
Sementara Presiden Joko Widodo saat membuka Munas IX
MUI di Surabaya, Selasa (25/8) meminta MUI membangkitkan optimisme ummat di
tengah melemahnya perekonomian, sekaligus menjadi mitra strategis pemerintah.
"Peran konstruktif MUI sangat diperlukan dalam memandu dan membangkitkan optimisme masyarakat, lebih-lebih dalam situasi melambannya pertumbuhan ekonomi nasional seperti sekarang ini," kata Jokowi.
Masyarakat, sambung Jokowi, harus dipandu untuk tetap berpikir positif dan bekerja produktif. Dengan cara itu, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia bisa menjadi negara yang kuat.
Presiden juga meminta MUI tetap menjadi mitra strategis pemerintah dengan mendukung program-program pembangunan. Sebaliknya, Jokowi juga menyatakan komitmen pemerintah untuk membuka diri dan menerima berbagai masukan.
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga membahas soal tema Muktamar MUI kali ini, yakni "Islam Wasathiyah untuk Indonesia dan Dunia yang Berkeadilan dan Berkeadaban". Menurut Jokowi, tema yang diusung itu ibarat sebuah muara tempat bertemunya banyak sungai.
Di antaranya terdapat dua sungai besar yang airnya tak pernah kering dan menghidupi bangsa Indonesia, yakni sungai 'Islam Nusantara' yang menjadi kredo Nahdlatul Ulama dan 'Islam Berkemajuan', kredonya Muhamadiyah.
"Sungai-sungai tersebut akhirnya pasti bertemu di sebuah muara, di tujuan akhir dan mulia, yaitu 'Islam untuk Indonesia dan Dunia yang Berkeadilan dan Berkeadaban', Islam yang rahmatan lil alamin," kata Presiden.
Personalia MUI
Munas MUI telah mengesahkan struktur dan personalia MUI masa khidmad 2015-2020 dengan Ketua Dewan Pertimbangan Prof Dr HM Din Syamsuddin MA dibantua tiga wakil ketua Prof Dr Nasaruddin Umar MA, Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MA dan Prof Dr Azyumardi Azra MA.
Sekretaris Dewan Pertimbangan Dr H Noor Ahmad MA dan dua wakil sekretaris wakil sekretaris Drs Natsir Zubaidi dan Dr Bachtiar Nasir. Sementara Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Dr KH Ma’ruf Amin dan dua wakil ketua Prof Dr Yunahar Ilyas LC MA dan Drs KH Slamet Effendy Yusuf MSi. Sekjen Dr H Anwar Abbas MM Mag dan bendahara umum Prof Dr Hj Amani Lubis.
"Peran konstruktif MUI sangat diperlukan dalam memandu dan membangkitkan optimisme masyarakat, lebih-lebih dalam situasi melambannya pertumbuhan ekonomi nasional seperti sekarang ini," kata Jokowi.
Masyarakat, sambung Jokowi, harus dipandu untuk tetap berpikir positif dan bekerja produktif. Dengan cara itu, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia bisa menjadi negara yang kuat.
Presiden juga meminta MUI tetap menjadi mitra strategis pemerintah dengan mendukung program-program pembangunan. Sebaliknya, Jokowi juga menyatakan komitmen pemerintah untuk membuka diri dan menerima berbagai masukan.
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga membahas soal tema Muktamar MUI kali ini, yakni "Islam Wasathiyah untuk Indonesia dan Dunia yang Berkeadilan dan Berkeadaban". Menurut Jokowi, tema yang diusung itu ibarat sebuah muara tempat bertemunya banyak sungai.
Di antaranya terdapat dua sungai besar yang airnya tak pernah kering dan menghidupi bangsa Indonesia, yakni sungai 'Islam Nusantara' yang menjadi kredo Nahdlatul Ulama dan 'Islam Berkemajuan', kredonya Muhamadiyah.
"Sungai-sungai tersebut akhirnya pasti bertemu di sebuah muara, di tujuan akhir dan mulia, yaitu 'Islam untuk Indonesia dan Dunia yang Berkeadilan dan Berkeadaban', Islam yang rahmatan lil alamin," kata Presiden.
Personalia MUI
Munas MUI telah mengesahkan struktur dan personalia MUI masa khidmad 2015-2020 dengan Ketua Dewan Pertimbangan Prof Dr HM Din Syamsuddin MA dibantua tiga wakil ketua Prof Dr Nasaruddin Umar MA, Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MA dan Prof Dr Azyumardi Azra MA.
Sekretaris Dewan Pertimbangan Dr H Noor Ahmad MA dan dua wakil sekretaris wakil sekretaris Drs Natsir Zubaidi dan Dr Bachtiar Nasir. Sementara Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Dr KH Ma’ruf Amin dan dua wakil ketua Prof Dr Yunahar Ilyas LC MA dan Drs KH Slamet Effendy Yusuf MSi. Sekjen Dr H Anwar Abbas MM Mag dan bendahara umum Prof Dr Hj Amani Lubis.
Kutip alam nasyrah
Ketua Dewan Pertimbangan 2015- 2020 Prof Din Syamsuddin mengingatkan
segenap struktural kepengurusan MUI untuk konsisten dalam program yang telah
ditetapkan.
Ia pun mengingatkan para pemangku amanat
MUI lima tahun ke depan mampu mempertanggungjawabkan perbuatan, merencanakan
perbuatan, dan mampu untuk memperbuatkan perkataan itu untuk menatalaksanakan
program- program yang telah disepakati bersama.
Bahkan Din mengutip Al Quran Surah Alam Nasyrah ayat 7-8. “Faidza
faraghta fanshab wa ila rabbika. Jika kita telah selesai dalam satu
kegiatan, maka tibalah kegiatan- kegiatan lain sambil berharap kepada Allah
SWT,” katanya.
Hal ini, jelasnya, mengandung arti bahwa tidak ada kata istirahat, tidak ada kata rehat. Apalagi yang dilakukan oleh MUI, ujarnya, sebuah harakah atau gerakan yang tentu harus berlangsung dinamis sistematis untuk mencapai tujuan.
“Karena itu, dengan mengucap bismillahirahmanirahim, mari kita doakan pengurus baru dapat melaksanakan tugas sebaik- baiknya untuk menciptakan hari ini harus lebih baik dari yang kemarin dan hari yang akan datang harus lebih baik dari hari ini,” lanjutnya.
Soroti syiah
Sidang Komisi Rekomendasi dalam Musyawarah Nasional MUI menyoroti belasan
topik, di antaranya Syiah, radikalisme, pornografi, penyatuan awal Ramadhan dan
Idul Fitri, kriminalisasi dalam hubungan suami istri, dan sebagainya.
"Kita belum selesai merumuskan soal
Syiah. Kita memang ada persoalan dengan Syiah yang perlu ada kebijakan, tapi
jangan sampai ada anarkhisme," kata Ketua Komisi D (Rekomendasi) Munas IX
MUI KH Abdusshomad Bukhori.
Ia menjelaskan, untuk mengatasi anarkisme
mungkin bisa saja meniru sikap Pemprov Jatim yang mengeluarkan Pergub 55/2012
tentang pembinaan aliran sesat.
"Karena itu, Munas MUI kali ini mengangkat tema wasathiyah atau
tengah-tengah alias moderat yang berarti tidak ke kanan atau liberal dan juga
tidak ke kiri atau radikal. Jadi, Indonesia merupakan bumi Islam Moderat yang
tidak ke kanan dan ke kiri," katanya.
Menurut dia, Komisi Rekomendasi Munas IX
MUI juga membahas insiden Tolikara yang menyoroti dua hal yakni pelarangan
beribadah sebagai pelanggaran HAM, lalu peristiwa Tolikara harus diusut tuntas
agar tak terulang, baik pelaku maupun aktor intelektual.
"Kami juga merekomendasikan perlunya ekonomi
Islam dalam konteks dana pembangunan serta pengaturan masalah pertanahan yang
banyak dikuasai oknum secara berlebihan, sehingga merugikan masyarakat,"
kata ketua MUI Jatim itu.
Secara terpisah, Ketua Komisi C (Fatwa)
Prof Dr H Hasanuddin AF MA menegaskan bahwa pihaknya telah merumuskan tiga
fatwa dalam Munas IX MUI di Surabaya, namun satu fatwa belum dapat disimpulkan
dan menjadi "pekerjaan rumah" bagi kepengurusan MUI mendatang.
"Dua dari tiga fatwa yang telah
tuntas dirumuskan adalah hukum harta zakat untuk pengadaan proyek air bersih
dan sanitasi, serta kriminalisasi dalam hubungan suami-istri terkait UU KDRT.
Satu-satunya fatwa yang belum ada kata sepakat adalah penyatuan awal Ramadhan,
Idul Fitri, dan Zulhijjah," katanya.
Ketua Komisi Fatwa MUI yang juga Guru
Besar Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta itu menambahkan MUI menolak
adanya sanksi pidana terkait pemaksaan dalam hubungan suami-istri sebagaimana
diatur dalam UU KDRT.
"Islam tidak mengatur sanksi pidana
dalam hubungan suami-istri. Islam mengatur bahwa suami tidak boleh melakukan
kekerasan, lalu istri tidak boleh menolak bila tidak ada halangan syar'i,
seperti melahirkan, sakit, menstruasi, dan sebagainya," katanya.
Untuk pemanfaatan harta zakat untuk proyek air bersih dan sanitasi, ia
mengatakan hal itu boleh, asalkan mustahik (fakir miskin) di
sekitarnya sudah terentaskan semuanya dan pemerintah belum mampu mengusahakan
proyek itu. "Itu karena air bersih itu penting untuk makan-minum,"
katanya. Sayed M Husen/Republika