Selasa, 23 Agustus 2016

Bolehkah Zakat Dipinjamkan



Apakah zakat boleh disalurkan dalam bentuk pinjaman? Dr HM Yusuf Siddik MA,
Dewan Syariah LAZNAS BSM Jakarta memulai menjawab pertanyaan ini dengan mengutip firman Allah Swt, “Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat) itu hanya untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil, orang-orang yang diikat hati mereka (muallaf), untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS Attaubah: 60).

Dalam ayat tersebut, terdapat 8 asnaf yang berhak atas dana zakat yaitu: Faqir, Miskin, Amil, Muallaf, Firriqab (hamba sahaya yangngin memerdekakan dirinya), Gharimin (orang yang berhutang), Fi Sabilillah (Jihad dan kegiatan di jalan Allah), Ibnu Sabil (yang kehabisan ongkos, atau tertimpa bencana).

Alquran dan hadis, katanya, tidak menyebutkan secara rinci dan detail tentang sistem atau cara penyaluran zakat. Hanya saja ulama mencoba mengambil istinbath dari sejumlah nash (teks) Alquran dan hadis tentang cara tersebut.

Dia menjelaskan, dari sejumlah literature klasik, hampir tidak ditemukan pembahasan tentang penyaluran zakat dengan cara meminjamkan atau Al Qardhul Hasan. Namun hal tersebut tidak serta merta menunjukkan tidak boleh.

Walaupun Alquran saat menyebutkan asnaf yang berhak menerima zakat, menggunakan huruf laam yang berarti littamlik (untuk kepemilikan), namun dalam ilmu Fikih, kepemilikan tidak selamanya berarti tamlikul ‘ain (kepemilikan benda), namun juga dalam bentuk tamliikul manfa’ah (kepemilikan manfaat).

Yusuf Siddik  menguraikan, sejumlah ulama kontemporer membolehkan penyaluran zakat dalam bentuk pinjaman atau Al Qordhul Hasan. Mereka antara lain: Syekh Abu Zahrah, Khallaf, Hasan Khan, Dr Muhammad Humaidullah Al Haidar Abadi, Dr Syauqi Ismail Syihatah, Dr Yusuf Qardhawi dan sejumlah ulama lainnya. Dalil mereka adalah Qiyas, atau Qiyas Jali.

Qiyas Jali dinamakan juga dengan Qiyas min Babi Aula, yaitu menganalogikan hukum yang belum ada dalilnya secara tekstual dengan hukum yang sudah ada dalilnya dari Alquran atau Sunah atau Ijma’, di mana hukum yang belum ada dalilnya justru lebih utama atau lebih kuat dibandingkan hukum yang sudah ada dalilnya.

Contohnya, Alquran tidak melarang memukul orangtua, namun Alquran melarang mengatakan kepada orangtua dengan kata ah, bukan berarti memukul dibolehkan, melainkan memukul justru lebih dilarang atau diharamkan. Karena jika mengatakan ah saja tidak boleh, apalagi memukul.

Demikian juga dalam konteks penyaluran zakat melalui sistem pinjaman (Al Qardhul Hasan). Jika seandainya orang miskin boleh diberikan cuma-cuma dana zakat untuk mengangkat statusnya dari mustahiq menjadi muzakki, maka jika tujuan terebut dapat tercapai hanya dengan memberikan pinjaman maka itu jelas lebih dibolehkan.

Jika dana zakat dapat diberikan kepada satu orang, maka jika dana yang sama dapat dimanfaatkan oleh lebih dari satu orang lebih dibolehkan. Berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:

“Makanan dua orang (lebih baik) jika mencukupi tiga orang, dan makanan 3 orang (lebih baik) jika mencukupi empat orang”. (HR Turmudzi, menurutnya hadits itu adalah Hasan Shohih).

Dalam riwayat Ibnu Umar dan Jabir, ada tambahan “Makanan empat orang (lebih baik) jika mencukupi delapan orang”. (HR Turmudzi, Kitab Ath’imah (makanan), bab makanan satu orang cukup untuk dua orang, jilid 4 hal. 235-236). 

Dr Syauqi Ismail Syihatah, Anggota Dewan Syariah Internasional untuk Zakat,dalam bukunya “Tandzim wa Muhaaabatuz Zakaah fit Tathbiiqil Mu’aashir” (Manajemen Zakat Modern) menyebutkan:

“Bahwa jika seorang yang berhutang (Gharimin) boleh diberikan dana zakat untuk membayarkan hutangnya kepada lembaga (perbankan) lain, maka jika ia diberikan pinjaman dari dana zakat lebih dibolehkan untuk diberikan, mengingat uang pinjaman tersebut, akan kembali lagi ke lembaga zakat”. (hal 297).

Menurut Yusuf Siddik , menyalurkan dana zakat melalui pinjaman tanpa bunga (Al Qardhul Hasan) membantu dalam proses penerapan sistem pinjaman non ribawi yang diinginkan Islam. Hal ini tentunya dapat dikatagorikan dalam asnaf Fi Sabilillah yaitu upaya menjaga dan melestarikan ajaran Islam di kalangan umat Islam.   

Namun yang dibolehkan menerapkan system pinjaman ini hanyalah lembaga zakat. Muzakki tidak dibenarkan meminjamkan zakat yang harus ia keluarkan. Karena kewajibannya adalah mengeluarkan zakat tersebut dan menyerahkannya kepada lembaga zakat. Sementara lembaga zakat, dibolehkan menyalurkan dana zakat tersebut dengan sistem pinjaman dengan syarat:

Pertama, dana zakat yang dipinjamkan tersebut bukan untuk kebutuhan konsumsi (istihlaki), seperti menutupi kebutuhan pangan, biaya pengobatan dan biaya sekolah, melainkan untuk investasi atau modal usaha yang diharapkan akan memberikan keuntungan dan memotivasi si peminjam untuk mendapat keuntungan yang sebanyak mungkin agar mampu mengembalikan pinjamannnya.

Kedua, jika si peminjam ternyata tidak mampu melunasi pinjamannya, maka yang bersangkutan harus dibebaskan dari kewajibannya mengembalikan pinjaman tersebut. (Sayed M. Husen)

Sumber: http://ramadan.sindonews.com

Kamis, 11 Agustus 2016

REFLEKSI HARI ZAKAT NASIONAL KE 3



 BAITUL MAL ACEH
Banda Aceh, 13 Juli 2016 M/8 Syawal 1437 H

Tema: Dengan Spirit Zakat Kita Tingkatkan Silaturrahim
dan Pemberdayaan Ummat

Penceramah Pertama
Dr. H. Armiadi Musa, MA dengan tema  “Spirit Zakat dan Pemberdayaan Ummat”

Lebaran adalah suasana mencairkan kebekuan, laksana bayi yang memiliki sifat yang tidak pernah emosi, dendam, sakit hati, dan iri hati kepada orang lain. Bayi itu selalu membuat orang lain gemas dan senang. Bayi bisa tersenyum kepada semua orang walau orang itu menakuti dia. Bayi bisa tidur nyenyak karena yakin Allah akan menjaga dia. Maka melalui momentum halal bi halal ini, kita harus menjadi seperti bayi yang baru dilahirkan. Jangan ada lagi yang bermuka masam di kantor. Kalau keadaan ini masih berlangsung, maka kita gagal dalam berproses di bulan Ramadhan. Kita harus bisa mengambil i’tibar dari bayi.

Dalam rangka refleksi Hari Zakat Nasional yang diperingati setiap tanggal 27 Ramadhan, saya ingin sedikit membahas tentang rasiogini, yaitu alat ukur untuk mengukur tingkat kesenjangan pendapatan masyarakat. Dari 18 (delapan belas) negara yang diukur dengan menggunakan rasiogini, yang paling tinggi kesenjangannya adalah Thailand pada urutan pertama, Meksiko, Indonesia berada pada urutan 9 (Sembilan), yang paling bagus yaitu Australia pada urutan 17 (tujuh belas) dan Jerman urutan ke 18 (delapan belas) dengan rasiogini 0,27.  

Rasiogini Indonesia dari tahun 2001 adalah 0,40 sampai dengan 0,41. Ini sangat rentan untuk bangsa Indonesia, karena tidak terjadi pemerataan ekonomi. Jadi kondisi ini sangat berbahaya. Secara nasional, rasiogini Aceh 0,34, Papua Barat dan Jawa Barat 0,42, Jakarta 0,41, yang paling bagus secara nasional adalah Bangka Belitung yaitu 0,27, ini sama dengan rasiogini negara Jerman.

Pemberdayaan 

Zakat menjadi salah satu gerakan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Ini bukan mimpi dan sangat memungkinkan untuk pemberdayaan ekonomi ummat, karena kita punya potensi besar. Hasil penelitian potensi zakat di Indonesia adalah 217 triliun, dengan rincian: rumah tangga Rp 82,7 triliun, perusahaan Rp 114,7 triliun, BUMN Rp 1.40 triliun, deposito tabungan Rp 17 triliun. Sedangkan potensi zakat di Aceh adalah Rp 1,4 triliun dengan realisasi 218 milyar sekitar 1,3 persen.

Alasan mengapa saya sangat optimis bahwa zakat bisa menjadi salah satu gerakan pemberdayaan ekonomi masyarakat, yaitu:
1.        Zakat menjadi andalan, karena pertumbuhan zakat di Indonesia sangat tinggi;
2.        Secara nasional di Indonesia sudah tumbuh kesadaran zakat;
3.        Ada zakat-zakat yang beredar dalam masyarakat, yang tidak terdata. Karena yang paling dermawan dari masyarakat muslim di dunia adalah masyarakat muslim Indonesia;
4.        Isu ini sudah tersosialisasi baik, walau belum sangat baik, penguatan kelembagaan zakat di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota sudah ditingkatkan.

Kedepan dengan pengatruran qanun baru Ketua Baitul Mal Aceh dalam bentuk komisioner seperti BAZNAS sekarang. Kita optimis, Baitul Mal ini akan lebih kuat dan semoga tidak ada kepentingan politik yang kuat dalam kelembagaan Baitul Mal nanti.



Ceramah Kedua:
Tgk. H. Fakhruddin Lahmuddin, S.Ag, M.Pd dengan tema “Spirit Zakat dan Silaturrahmi”

Qurasy Shihab menafsirkan halal bi halal sebagai tradisi di Indonesia, walau kata-katanya dalam bahasa Arab, akan tetapi halal bi halal tidak ditemukan di Arab. Jika ditanyakan sama orang Arab, mereka bingung, apa itu halal bi halal, karena tradisi ini hanya ada di Indonesia, sebagai sebuah tradisi yang dilakukan pada bulan Syawal, setelah bulan Ramadhan berlalu, karena pada bulan ramadhan kita dianjurkan memperbanyak istighfar, maka bulan Ramadhan juga disebut sebagai bulan taubat. Doa yang dianjurkan dalam bulan Ramadhan yaitu: “Allahumma afwun karim, tuhibbul afwa fa’fuanna”.

Konsep taubatan nasuha adalah, kalau kita dulu ambil sepatu orang lain, lalu kita bertaubat, maka tidak cukup hanya dengan niat tidak akan mengambil lagi milik orang lain. Tapi kita harus minta maaf dan mengembalikan sepatu tersebut, kalau ada hubungannya dengan manusia, maka jika kita bertaubat, kita harus minta maaf kepada manusia. Maka halal dengan Allah adalah melalui istighfar, sedangkan halal dengan manusia dengan meminta maaf kepada manusia. Ini konsep halal bi halal yang menjadi tradisi di Indonesia.

Kesenjangan

Kalau kita ingin melihat kesenjangan di suatu Negara, dapat dilihat dari mobil yang bergerak di jalan. Kalau kita ke Dubai, mobil yang bergerak di jalan adalah Pajero Sport, harga di atas Rp 1 milyar. Kalau di Aceh, mobil yang bergerak di jalan luar biasa. Baru disiarkan berita bahwa akan diluncurkan mobil baru, di Aceh, mobil tersebut  sudah begerak di jalan. Namun kalau kita lihat di kampung, maka akan sangat memprihatinkan kondisi ekonominya.

Kesenjangan tinggi, terjadi karena orang-orang yang mempunyai kekuasaan, menggunakan kekuasaan tersebut untuk menguras kekayaan untuk kepentingan pribadinya. Jika ingin menguasaai kekayaan, maka orang-orang kapitalis akan berkolaborasi dengan kekuasaan. Dan hal inilah yang memperluas kesenjangan.

Kalau ingin menjadikan Indonesia sebagai negara yang bermartabat, mandiri, makmur dan sejahtera, seperti yang dicita-citakan oleh presiden, maka hemat saya, hal yang perlu dilakukan adalah mendistribusikan harta kekayaan secara merata. Tidak hanya beredar di kalangan tertentu saja.

Zakat

Kalau mau tahu tentang hukum zakat profesi, saya rujuk untuk membaca kitab Yusuf Qardhawi, karena itu adalah kitab paling konprehensif yang mengkaji tentang zakat dari semua pendapat dan kemudian dianalisis satu persatu.

Kalau kita lihat satu sektor saja, untuk pungutan zakat yang tidak ada khilaf, yaitu zakat perniagaan. Maka jika semua bayar zakat, satu sektor ini saja sudah cukup. Namun soal zakat perniagaan ini, ada yang salah paham, dimana orang membayar zakat perniagaan dari penghasilan bersih, padahal zakat diambil dari harta perniagaan yang bergerak.

Karena manusia tamak harta, maka orang yang mempunyai penghasilan yang sudah cukup nisab zakat, berusaha untuk tidak membayar zakat dengan menggunakan alasan khilaf pendapat para ulama. Padahal petani yang bekerja susah payah dalam terik matahari, tidak pernah mengeluh untuk tidak membayar zakat 10% dari hasil pertanian yang dikelola selama 4-6 bulan, yang penghasilannya jika diukur dengan uang sekitar Rp 5 juta. Bahkan petani sangat bangga ketika hasil panennya mencapai nisab zakat.

Melatih

Salah satu keutamaan puasa adalah melatih hati dan fikiran yang macam-macam. Ketika puasa kita dilarang makan sampi waktunya berbuka dan kita sanggup menahan itu. Padahal ketika di luar bulan puasa, kita tidak sanggup tahan makan, namun ketika puasa, kita mampu menahan rasa ingin makan, karena ada aturannya. Satu yang pasti bahwa sepanjang hayat kita akan terus bergelut dengan nafsu yang ingin macam-macam. Jika kita tidak sanggup menahan iri dan dengki, maka kita tidak akan mampu bermuka dan berhati manis.

Seluruh penduduk Madinah ada keterkaitan ekonominya dengan Abdurrahman bin Auf, karena  seluruh hartanya dibagikan: 1/3 (sepertiga) hartanya dipinjamkan untuk yang membutuhkan, 1/3 (sepertiga) untuk bayar hutang, orang yang berhutang, 1/3 (sepertiga) untuk disedekahkan kepada yang membutuhkan.

Jabatan

Abdurrahman bin Auf pernah mendapat berita, bahwa dia akan diberikan jabatan Khalifah oleh Usman bin Affan, jika Usman meninggal dunia, namun Abdurrahman bin Auf ketika mendapat berita tersebut berdoa kepada Allah agar jika dia diberikan jabatan khalifah ketika Usman bin Affan meninggal nanti, maka dia memohon dicabut nyawa sebelum Usman meninggal. Karena dia merasa tidak akan mampu mengendalikan hawa nafsunya terhadap harta.

Namun jika yang mendapatkan berita tersebut kita, maka kita pasti sudah tidak bisa tidur dan berharap segera mendapat jabatan.

Seharusnya kita bisa mengambil pelajaran dari cara hidup Abdurrahman bin Auf dan para sahabat nabi, yang tidak pernah tamak dengan harta. (juliani, editor: sayed husen)

Aceh, Islam, Pancasila, dan RI: Supaya Penguasa Negeri Tahu Diri


Oleh: Prof Dr Abdul Hadi WM 
Guru Besar Universitas Paramadina

Sejarah bagaimana propinsi Nanggroe Aceh Darussalam mau bergabung dengan negara RI dan siapa atau golongan apa yang saja yang memainkan peranan penting, pada saat sekarang ini harus dijelaskan secara jujur dan obyektif oleh ahli-ahli sejarah yang kompeten.

Dulu ketika sejarawan Aceh kelahiran Langsa Prof Ibrahim Alfian masih hidup, saya sering bertemu dan berbincang dengan beliau tentang hal ini. Ketika beliau menjadi dosen tamu di Universiti Kebangsaan Malaysia pada tahun 1973-75, beliau juga menceritakan banyak hal tentang ini.

Kalau tak salah dengar, beliau mengatakan bahwa peranan organisasi Islam seperti Sarekat Islam (SI), Muhammadiyah, dan lain-lain memainkan peranan penting dalam menanamkan kesadaran bahwa rakyat Aceh perlu bersatu dengan rakyat Indonesia dari suku serumpun Melayu yang sama-sama beragama Islam.

Alasannya Aceh memainkan peranan penting dalam penyebaran Islam dan peradaban Islam di Nusantara, rakyat Aceh harus berpisah dengan saudara-saudaranya yang ada di Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan lain-lain.

Kecintaan orang Aceh kepada Indonesia tidak diragukan lagi. Ketika RI memerlukan pesawat terbang, maka orang kaya Aceh bergotong royong membelikan RI pesawat terbang Seulawah untuk kepentingan tentara TNI Angkatan Udara.

Pada tahun 1948 Sukarno datang ke Aceh dan menjanjikan kepada Aceh status Daerah Istimewa.

Tetapi setelah pengakuan kedaulatan RI pada tahun 1950, wilayah propinsi Aceh dikurangi oleh pemerintah pusat. Sebagian wilayah propinsi Aceh dimasukkan ke dalam wilayah propinsi Sumatra Utara. Konon termasuk wilayah yang sekarang termasuk Kabupaten Singkil, tempat lahir ulama atau wali sufi terkenal Syekh Abdul Rauf Singkil.

Karena ketidak puasan terhadap pemerintah pusat inilah Daud Beureuh, pemimpin Aceh 1950an, kemudian bergabung dengan DI/TII sebagai protes.

Nah, ahli sejarah bisa meneruskan memberi paparan bagaimana Aceh selanjutnya setelah Daud Beureuh kembali ke pangkuan RI pada akhir tahun 1950-an.

Kita potong langsung ke zaman Orde Baru. Entah apa sebab musababnya DOM (Daerah Operasi Militer) diberlakukan di Aceh menjelang tahun 1950-an.

Aceh pun bergolak menjadi daerah yang membara sampai akhirnya muncul Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dipimpin Hasan Tiro.

Nah, yang ingin saya tekankan di sini ialah: Masuk atau bergabungnya Aceh kepada RI bukan hadiah dari pemerintah kolonial Belanda, juga bukan hadiah pemerintah pendudukan Jepang atau pasukan sekutu.

Pemerintah RI dan rakyat Indonesia di daerah lain seperti di Jawa, hendaknya tahu diri. Jangan mentang-mentang Aceh adalah bagian dari RI, maka Aceh dan agama yang dianut penduduknya diperlakukan semena-mena dan hanya dicap sebagai sarang pelatihan terorisme dan kaum radikal.

Kita orang di luar Aceh juga harus tahu diri, sebagaimana harus tahu diri menyikapi orang Papua, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan lain sebagainya.

Aceh bukan hadiah dari Pancasila. Aceh adalah hadiah dari Islam dan sejarah Islam!

Sumber: republika.co.id