Rabu, 25 Januari 2023

Sosialisasi Zakat Melalui Radio

Oleh: Sayed Muhammad Husen

Seorang sahabat dari Baitul Mal Kabupaten (BMK) mengirim pesan singkat: “Ukir Prestasi.” Dia tahu ketika itu saya sedang menunggu jadwal talk show di Radio Seulaweut FM, Banda Aceh. Spontan saja saya balas singkat: “Bikin Sejarah.” Maksud saya bikin sejarah lewat talk show. Mungkin yang dia pikirkan, bahwa Baitul Mal patut lebih serius mengukir prestasi dan mengkumunikasikan kepada publik melalui radio. Prestasi yang kita capai tentu saja jika tak dikomunikasikan, orang tak akan tahu bahwa kita telah berprestasi.

Saya mengartikan prestasi itu dengan sejarah yang kita buat sekarang dan akan benar-benar menjadi sejarah pada masa akan datang. Sejarah yang kita bikin hari itu, adalah talk show zakat di radio. Talk show adalah peristiwa atau fakta yang disiarkan, direkam, didokumentasikan, serta akan menjadi bukti sejarah, bahwa saya dan Hamdani M. Ali (alm) telah menjadi motivator zakat di radio. Talk show itu juga menjadi bukti, kami pernah hidup.

Spirit bikin sejarah sebanarnya menjadi kekuatan pendorong bagi amil (profesional) untuk bekerja lebih sungguh-sungguh dan melakukan hal-hal terbaik bagi gerakan zakat di Aceh. Salah satu yang terbaik itu: mensosialisasikan atau mempromosikan gerakan zakat di radio. Sosialisasi itu akan berdampak pada lahirnya kepercayaan dan keyakinan publik terhadap apa yang telah dan sedang dikerjakan oleh Baitul Mal.

Dalam konteks ini, radio menjadi media strategis dalam membudayakan zakat, infak, wakaf,  dan harta agama lainnya. Hanya saja selama ini, Baitul Mal Aceh (BMA) dan Baitul Mal Kabupaten/Kota (BM) belum mengoptimalkan fungsi radio dalam membudayakan zakat. Penyebab pertama, bisa jadi akibat rendahnya pemahaman para amil tentang fungsi radio. Para amil masih mangandalkan media cetak dalam sosialisasi dan pemasyarakatan zakat. Kedua, terkait juga dengan lemahnya keterampilan amil untuk menjadi narasumber atau pemateri dalam talk show radio.

Untuk itu, BMA dan BMK sepatutnya menjalin kemitran dengan RRI dan radio siaran swasta di seluruh Aceh. Format acaranya dapat dipilih, bisa dalam bentuk talk show, iklan, atau siaran tunda. Bisa juga dalam bentuk news dengan cara mengirimkan pers rilis, yang kemudian disiarkan radio dalam bentuk berita. Dari segi biaya, radio termasuk lebih murah dibandingkan media cetak.

Pengalaman talk show interaktif hari itu, (1/3/2011), dari topik yang kami bahas “Optimaliasi Peran Baitul Mal Aceh” selama satu jam, telah terbentuk opini positif tentang kinerja BMA. Memang, kita juga mengakui bahwa BMA dan BMK belum optimal mengurus bidang wakaf dan perwalian anak yatim/yatim piatu, namun hal itu akan menjadi program utama tahun-tahun berikutnya.

Di akhir talk show saya sampaikan  mimpi  BMA 2004-2024: menjadikan Baitul Mal sebagai gerakan keadilan, gerakan pemberdayaan, dan gerakan perubahan yang efektif di Aceh.

 

 

Baznas Rancang Fikih Kontemporer Zakat

JAKARTA -- Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo mengungkapkan akan merancang fikih kontemporer tentang zakat. Menurutnya, saat ini ada beberapa kondisi yang menuntut fikih tersebut guna meningkatkan peran zakat dalam menyejahterakan umat.
"Struktur ekonomi saat ini sangat berbeda dan jauh lebih kompleks dibandingkan masa Rasulullah SAW," ujar Bambang di Jakarta, Rabu (14/12/2016).

Bambang mencontohkan, dalam aturan tradisional, petani dikenakan zakat sebesar 10 persen. Menurut Bambang, hal itu perlu dipertimbangkan ulang mengingat kondisi ekonomi petani di Indonesia.
Sementara itu, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki pendapatan tetap dan risiko kecil dikenakan zakat sebesar 2,5 persen. "Nah, solusinya ya perlu ada fikih kontemporer," ujar Bambang.

Ia mengaku, akan melibatkan pihak-pihak terkait dalam menyusun fikih tersebut seperti Majelis Ulama Indonesia dan Kementerian Agama. Bambang mengatakan, upaya ini guna meyakinkan masyarakat bahwa basis zakat sangat luas.

"Jangan sampai enak-enak tidak membayar zakat karena fikihnya tidak ada. Untuk itu perlu sosialisasi dan edukasi," ujar Bambang seraya menambahkan, upaya ini juga bisa meningkatkan penyerapan zakat dari masyarakat. 

Apresiasi MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi upaya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) untuk menyusun fiqih kontemporer. MUI memahami bahwa hukum Islam bersifat dinamis dan BAZNAS menginginkan maslahat bagi umat.

Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid, menyampaikan, MUI senantiasa mendorong kepada lembaga, institusi dan organisasi kemasyaratan untuk melakukan kajian terhadap berbagai persoalan untuk mencari solusi yang maslahat bagi kepentingan umat. Termasuk yang berkaitan dengan pelaksanaan zakat.

Apalagi hukum Islam memang bersifat dinamis, mengikuti perkembangan kehidupan umat. ''Karena itu, MUI sangat mengapresiasi BAZNAS yang ingin melakukan kajian fiqih terkait dengan pelaksanaan zakat,'' ungkap Zainut melalui pesan aplikasi daring, Jumat (16/12).

Dalam hal ini, tentu MUI berharap kajian fiqih kontemporer atau yang biasa diistilahkan MUI sebagai kajian masail fiqhiyah mu'ashirah,  tidak keluar dari kaidah-kaidah dan metodologi dalam melakukan istimbath  hukum.

MUI sangat mengapresiasi BAZNAS jika dalam pembahasan nanti ada rencana melibatkan MUI. Sehingga hasil yang diperoleh memiliki legitimasi yang kuat dan bisa diterima oleh umat.

Baznas akan merancang fikih kontemporer tentang zakat. Di antara pertimbangannya, saat ini ada beberapa kondisi yang menuntut fikih tersebut guna meningkatkan peran zakat dalam menyejahterakan umat. Selain itu, situasi ekonomi saat ini berbeda dan jauh lebih kompleks dibandingkan zaman Rasulullah SAW. 

Keragaman Mazhab

Kasubdit Pengawasan Zakat Kementerian Agama, Muhammad Fuad Nasar, mengapresiasi langkah Baznas yang berencana membuat fikih kontemporer tentang zakat.
Fuad Nasar menilai, fiqih pernah disusun dan diterbitkan pada periode lalu, tapi memang perlu disempurnakan. "Langkah ini positif dan bermanfaat untuk pengembangan perzakatan di negara kita," kata Fuad kepada Republika, Senin (19/12).

Ia berharap, fikih zakat kontemporer mampu menjawab dan menjelaskan persoalan kekinian, baik yang terkait harta obyek zakat maupun distribusi zakat. Fuad mengingatkan, ulama-ulama terdahulu seperti Hasbi Ash-Shiddiqie, Ibrahim Hosen dan Ahmad Azhar Basyir telah merintis dan menulis literatur zakat.

Karenanya, lanjut Fuad, generasi saat ini tinggal melanjutkan apa yang telah dilakukan ulama terdahulu, serta mengembangkannya melalui literatur ijtihad. Menurut Fuad, jika terlaksana dengan baik, fikih zakat Baznas itu akan menjadi pegangan bagi amil zakat, dan turut menjadi rujukan bagi masyarakat luas.

Namun, ia meminta, Baznas tidak mengambil satu mazhab fikih tertentu untuk dianut, sehingga ada keragaman mazhab yang melatarbelakangi hukum di bidang zakat. Walaupun masyarakat muslim Indonesia sebagian besar mengikuti mazhab Syafi’i, Fuad berharap ada keragaman, baik konteks maupun konten.

"Sehingga, tidak terjadi kekakuan mazhab melainkan secara dinamis mengedepankan maqashid syariah sebagai tolak ukurnya," ungkap Fuad Nasar menambahkan. 

Sumber: Republika

Selasa, 20 Desember 2016

Baznas Rancang Fikih Kontemporer Zakat




JAKARTA -- Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo mengungkapkan akan merancang fikih kontemporer tentang zakat. Menurutnya, saat ini ada beberapa kondisi yang menuntut fikih tersebut guna meningkatkan peran zakat dalam menyejahterakan umat.
"Struktur ekonomi saat ini sangat berbeda dan jauh lebih kompleks dibandingkan masa Rasulullah SAW," ujar Bambang di Jakarta, Rabu (14/12/2016).

Bambang mencontohkan, dalam aturan tradisional, petani dikenakan zakat sebesar 10 persen. Menurut Bambang, hal itu perlu dipertimbangkan ulang mengingat kondisi ekonomi petani di Indonesia.
Sementara itu, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki pendapatan tetap dan risiko kecil dikenakan zakat sebesar 2,5 persen. "Nah, solusinya ya perlu ada fikih kontemporer," ujar Bambang.

Ia mengaku, akan melibatkan pihak-pihak terkait dalam menyusun fikih tersebut seperti Majelis Ulama Indonesia dan Kementerian Agama. Bambang mengatakan, upaya ini guna meyakinkan masyarakat bahwa basis zakat sangat luas.
"Jangan sampai enak-enak tidak membayar zakat karena fikihnya tidak ada. Untuk itu perlu sosialisasi dan edukasi," ujar Bambang seraya menambahkan, upaya ini juga bisa meningkatkan penyerapan zakat dari masyarakat. 

Apresiasi MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi upaya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) untuk menyusun fiqih kontemporer. MUI memahami bahwa hukum Islam bersifat dinamis dan BAZNAS menginginkan maslahat bagi umat.

Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid, menyampaikan, MUI senantiasa mendorong kepada lembaga, institusi dan organisasi kemasyaratan untuk melakukan kajian terhadap berbagai persoalan untuk mencari solusi yang maslahat bagi kepentingan umat. Termasuk yang berkaitan dengan pelaksanaan zakat.

Apalagi hukum Islam memang bersifat dinamis, mengikuti perkembangan kehidupan umat. ''Karena itu, MUI sangat mengapresiasi BAZNAS yang ingin melakukan kajian fiqih terkait dengan pelaksanaan zakat,'' ungkap Zainut melalui pesan aplikasi daring, Jumat (16/12).

Dalam hal ini, tentu MUI berharap kajian fiqih kontemporer atau yang biasa diistilahkan MUI sebagai kajian //masail fiqhiyah mu'ashirah// tidak keluar dari kaidah-kaidah dan metodologi dalam melakukan //istimbath// hukum.

MUI sangat mengapresiasi BAZNAS jika dalam pembahasan nanti ada rencana melibatkan MUI. Sehingga hasil yang diperoleh memiliki legitimasi yang kuat dan bisa diterima oleh umat.

Baznas akan merancang fikih kontemporer tentang zakat. Di antara pertimbangannya, saat ini ada beberapa kondisi yang menuntut fikih tersebut guna meningkatkan peran zakat dalam menyejahterakan umat. Selain itu, situasi ekonomi saat ini berbeda dan jauh lebih kompleks dibandingkan zaman Rasulullah SAW. 

Keragaman Mazhab

Kasubdit Pengawasan Zakat Kementerian Agama, Muhammad Fuad Nasar, mengapresiasi langkah Baznas yang berencana membuat fikih kontemporer tentang zakat.
Fuad Nasar menilai, fiqih pernah disusun dan diterbitkan pada periode lalu, tapi memang perlu disempurnakan. "Langkah ini positif dan bermanfaat untuk pengembangan perzakatan di negara kita," kata Fuad kepada Republika, Senin (19/12).

Ia berharap, fikih zakat kontemporer mampu menjawab dan menjelaskan persoalan kekinian, baik yang terkait harta obyek zakat maupun distribusi zakat. Fuad mengingatkan, ulama-ulama terdahulu seperti Hasbi Ash-Shiddiqie, Ibrahim Hosen dan Ahmad Azhar Basyir telah merintis dan menulis literatur zakat.

Karenanya, lanjut Fuad, generasi saat ini tinggal melanjutkan apa yang telah dilakukan ulama terdahulu, serta mengembangkannya melalui literatur ijtihad. Menurut Fuad, jika terlaksana dengan baik, fikih zakat Baznas itu akan menjadi pegangan bagi amil zakat, dan turut menjadi rujukan bagi masyarakat luas.

Namun, ia meminta, Baznas tidak mengambil satu mazhab fikih tertentu untuk dianut, sehingga ada keragaman mazhab yang melatarbelakangi hukum di bidang zakat. Walaupun masyarakat muslim Indonesia sebagian besar mengikuti mazhab Syafi’i, Fuad berharap ada keragaman, baik konteks maupun konten.
"Sehingga, tidak terjadi kekakuan mazhab melainkan secara dinamis mengedepankan maqashid syariah sebagai tolak ukurnya," ungkap Fuad Nasar menambahkan. (Republika)

Senin, 21 November 2016

Zakat Menurut Hamka



Prof Dr Hamka mengatakan, sekiranya kaum Muslimin telah sadar akan guna zakat sebagai salah satu tiang (rukun) Islam dan dipungut serta dibagikan dengan teratur, kita percaya dengan zakat akan bisa membangun Islam yang mulia, Islam yang layak sebagai anutan dari satu bangsa yang merdeka.

Dalam Tafsir Al-Azhar Juzu’ X, surat Al-Anfal ayat 41-75 dan surat At-Taubah ayat 1-93, Hamka membahas masalah zakat. Hamka mengajak umat Islam menengok kembali cita-cita dua pemimpin besar umat Islam Indonesia, KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan HOS Tjokroaminoto (pemimpin Sarekat Islam) dalam hal menggerakkan zakat dengan terorganisir secara modern, dikumpulkan dan dibagikan sesuai mustahiknya.

Menurut Hamka,  sekiranya kaum Muslimin telah sadar akan guna zakat sebagai salah satu tiang (rukun) Islam dan dipungut serta dibagikan dengan teratur, kita percaya dengan zakat akan bisa membangun Islam yang mulia, Islam yang layak sebagai anutan dari satu bangsa yang merdeka. Padahal jumlah itu tidak banyak hanya sekedar dua setengah persen. Dan kitapun telah mulai melihat di tanah air kita timbulnya kesadaran itu dengan berangsur-angsur. Mudah-mudahan kita menjadi umat yang sadar.

Sesuai ayat 60 surat At-Taubah bahwa pengeluaran zakat dihadapkan untuk dua keperluan. Pertama, keperluan umum, Kedua, untuk kepentingan perseorangan. “Sabilillah” dan kemerdekaan budak (Riqab) keduanya adalah untuk kemaslahatan umum. Kata “Sabilillah” mengandung daerah yang luas sekali. Kemerdekaan budak pun bukan untuk kepentingan pribadi budak yang dimerdekakan itu saja, tetapi membersihkan masyarakat dari adanya manusia yang dipandang rendah.

Adapun kepentingan fakir dan miskin, amil (orang yang bertanggung jawab mengurus zakat), orang yang ditarik hatinya, orang-orang yang berhutang, dan orang yang tengah musafir dalam perjalanan, adalah untuk kepentingan pribadi orang yang dibantu itu sendiri, karena ukhuwah atau persaudaraan yang ditanamkan oleh Islam kepada umatnya. Tetapi memberi zakat kepada fakir miskin pun boleh diartikan mengandung kedua maksud di atas tadi, yaitu untuk kepentingan pribadi orang yang dibantu, dan membersihkan masyarakat umum dari kemelaratan dan kemiskinan, sebagai tujuan dari satu masyarakat yang adil dan makmur.

Menurut Hamka, “fakir miskin” yang berhak menerima zakat adalah yang masih beragama Islam. Yang murtad dari Islam atau mempunyai ideologi tidak percaya kepada Tuhan (Komunis dan Atheis) tidak berhak menerima zakat. Sedangkan orang Yahudi dan Nasrani yang taat memegang agama mereka, tetapi miskin, kalau yang empunya zakat menimbang patut diberi, bolehlah mereka diberi sesudah mendahulukan fakir miskin di kalangan Islam sendiri.

Hamka menulis, Al Quran satu kali pernah memberi kita pedoman untuk menentukan bahwa orang miskin itu juga ada yang mempunyai usaha. Ayat 79 surat Al Kahfi menerangkan jawaban hamba Allah yang diberi Rahmat dan Ilmu oleh Tuhan, yang menurut setengah ahli tafsir bernama Nabi Khidir. Ketika dia menjawab kepada Nabi Musa apa sebab perahu itu dilobangi, dia mengatakan bahwa perahu itu ialah kepunyaan orang-orang miskin yang berusaha di lautan, sedang raja di negeri itu suka merampok perahu orang yang dipandangnya bagus.

Sebuah Hadits Rasulullah dapat juga memberi kita pedoman tentang arti miskin, “Berkata Rasulullah Saw: Bukanlah orang miskin itu dengan berkeliling-keliling, meminta-minta kepada manusia, lalu ditolak akan dia oleh satu suap dua suap atau satu butir dua butir kurma. Lalu orang bertanya: Kalau begitu apa yang miskin itu, ya Rasul Allah” Beliau menjawab: Ialah orang yang tidak mempunyai orang kaya buat membantunya, dan orang lain tidak mengerti akan nasibnya supaya orang bersedekah kepadanya, dan dia pun tidak pernah meminta-minta kepada orang lain.” (HR Bukhari dan Muslim)

Gharimin menurut Hamka adalah orang yang berhutang dan sudah sangat terdesak, sedangkan dia tidak sanggup membayarnya, bolehlah melaporkan nasibnya kepada penguasa yang membagikan zakat, agar hutang itu dibayarkan dengan zakat. Pemerintah atau dalam hal ini amil wajib membayarkan hutang tersebut setelah melakukan penelitian dengan seksama.

Seorang sahabat Rasulullah Saw bernama Qubaishah bin Mukhariq dari Bani Hilal datang kepada Rasulullah menyatakan nasibnya, berhutang tetapi sudah lama dia berusaha belum juga dapat terbayar. Maka bersabdalah Rasulullah, “Tunggulah, sampai datang zakat, akan kami suruhkan memberikan untuk engkau.” Hadits yang dinukil Hamka dalam Tafsir Al-Azhar memberi pelajaran terkait tugas amil yang semestinya mengantarkan zakat itu kepada orang yang berhak dan bukan mustahik yang bolak-balik meminta dan menanyakan zakat kepada amil.

Adapun orang-orang yang dalam perjalanan, kata Hamka, sependapat para ulama bahwa orang yang terputus hubungannya dengan kampung halamannya karena suatu perjalanan, berhak menerima zakat. Meskipun dia seorang yang kaya di negerinya, namun dalam musafir adalah dia miskin. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat menganjurkan supaya orang musafir untuk menambah pengetahuan, pengalaman, persahabatan dan perbandingan. Syaikh Taher Jalaluddin, ulama besar dan salah satu pelopor pembaharuan Islam asal Minangkabau yang bermukim di Singapura berfatwa, “Seorang kaya di negerinya, tetapi dia fakir dalam perjalanan, maka dia berhak diberi bantuan belanja dengan zakat.”

Kata Hamka, di beberapa negeri besar di India, baik sebelum berpisah menjadi dua negara (India dan Pakistan) dan sesudahnya, ditemukan rumah-rumah yang bernama “Musafir Khanah”, yaitu tempat bermalam bagi orang-orang Muslim yang tengah musafir.

Menurut Hamka, beratus tahun cara kita berfikir telah mundur, dan fikiran tentang zakat telah membeku. Hamka memberi contoh, bila kesadaran umat Islam Indonesia tentang mengatur, mengumpul dan membagikan zakat telah berjalan dengan lancar, banyaklah usaha dan amal maslahat umum yang dapat dibangun, dari satu pos yang bernama “Sabilillah” itu. Dengan pos “Sabilillah” kita dapat membangun masjid-masjid, rumah-rumah sakit, membelanjai Mubaligh Islam untuk menyebarkan Islam kepada warga negara Indonesia yang belum beragama atau memberi pengertian umat Islam yang “buta agama” tentang ajaran agamanya, atau memberi beasiswa (studiesfonds), dan membelanjai pemuda-pemuda Islam yang berbakat untuk menambah ilmu pengetahuan, supaya layak menjadi bangsa yang duduk sama rendah dan tegak sama tinggi dengan bangsa-bangsa yang lain. (Sayed Husen/M Fuad Nasar/BAZNAS)

Minggu, 13 November 2016

Proaktif

internet

Salah satu kebiasaan orang sukses adalah proaktif. Bahkan Stephen Covey dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People, menempat proaktif sebagai kebiasaan pertama dari tujuh kebiasaan orang-orang yang berhasil. Kata proaktif bukan hanya bermakna mengambil inisiatif tetapi di dalamnya ada juga tanggungjawab, aktif bertindak, dan memegang prinsip.

Di era yang berubah begitu cepat saat ini, kita wajib memiliki kebiasaan proaktif. Segera menentukan pilihan yang ada di depan mata dengan penuh tanggung jawab. Selalu aktif bertindak khususnya pada hal-hal yang dibawah kekuasaan atau pengaruhnya dan berpikir positif di luar hal yang kita tidak memiliki pengaruh sedikitpun.

Terpilihnya Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, tentu itu bukan dibawah kekuasaan atau pengaruh kita maka berpikirlah positif dan mengambil langkah-langkah antisipatif yang kemungkinan terjadi. Tetapi melakukan pekerjaan sesuai job description itu ada di ranah kekuasaan atau pengaruh kita, dalam kondisi ini jadilah manusia yang bertanggungjawab dengan cara aktif bertindak dengan berpegang kepada prinsip hidup yang diyakininya.

Kata lain proaktif adalah menjemput bola, bukan berdiam diri. Sesuatu yang bisa kita kerjakan, bila tidak melanggar prinsip yang ada segera kerjakan, jangan ditunda-tunda. Orang yang proaktif akan segera enter (masuk) mengerjakan yang bisa dikerjakan, bukan terlalu sering berkata entar (nanti).

Orang yang proaktif melakukan sesuatu bukan karena emosional alias reaktif, tetapi dengan didasari oleh kesadaran, tanggungjawab dan prinsip-prinsip yang diyakininya. Istilah yang sering saya gunakan “orangnya tenang, tetapi cekatan. Orangnya senang bekerja, tetapi tidak sembrono.”

Cobalah data apa-apa yang sekarang dalam pengaruh atau kendali Anda, jadilah proaktif di dalamnya. Meski terkadang tindakan kita kecil dampaknya bisa besar karena memang sesuatu yang besar tersusun dari hal-hal yang kecil. Perbanyaklah pro aktif di wilayah yang kita kuasai dan bisa kita lakukan karena boleh jadi hal itulah pintu kesuksesan kita dalam banyak hal. Apakah Anda sudah pro aktif? (Jamil Azzaini)

 Sumber: http://www.jamilazzaini.com/proaktif/


Kamis, 10 November 2016

ENERGI EKSTRA

Begitu banyak peran yang  kita jalani dalam kehidupan di dunia ini. Seperti anda, saya pun memerankan banyak hal, sebagai orangtua bagi anak-anak, sebagi atasan, juga menjadi bawahan dari sistem birokrasi yang ada. Saya pun dosen, guru  freelance pada Yaysan Qatar Charity yang memfokuskan programnya  pada pemberdayaan anak yatim. Dan  jangan lupa, saya juga seorang tetangga dan anggota arisan Gang di lingkungan tempat  tinggal saya.

Seringkali peran tersebut  berjalan bersamaan, yang harus dilaksanakan dalam satu watu. Padahal setiap peran tadi terdapat tanggungjawab besar dan tugas yang tak mudah. Kadang  setelah menuntaskan satu tanggungjawab, muncul lagi tanggungjawab lain dalam waktu bersamaan.

Tentunya ini membutuhkan energi ekstra yang harus selalu siap, agar saya mampu menuntaskan tanggungjawab dan tantangan peran tadi.

Bagaimana solusi masalah ini? Sayapun mencoba menduskusikan hal ini kepada senior saya yang  memiliki jam terbang tinggi dalam permasalahan ini.

Alhamdulillah, dia pun memberi nasihat yang sampai saat ini masih terbukti manjur bagi kehidupan saya sampai saat ini.

Pertama, saya mencoba sedapat mungkin menghindari  melakukan  banyak pekerjaan dalam satu waktu, karena ketika kita tidak  fokus pada satu hal, justru menumbulkan potensi melemahkan kemampuan energi ekstra kita yang terbuang sia-sia, tanpa mendapatkan hasil maksimal.

Jadi, biasakanlah melakikan satu pekerjaan  dalam satu waktu saja. Misalya saat berada di kantor, upayakan semaksimal mungkin untuk menuntaskan tugas di kantor tanpa dicampuri dengan urusan rumahan. Sebaliknya, saat berada di rumah, saya benar-benar melupakan  beban pekerjaan.

Kata kuncinya adalah fokus. Saat di rumah, saya memfokuskan diri pada tugas seorang isteri dan menjadi ibu bagi ketiga anak saya.

Kedua, mengaktifkan seluruh energi baik fisik maupun mental untuk  menyambut berbagai tugas yang  sudah terpampang nyata di depan mata.

Ketiga, mencari sosok tokoh yang saya teladani dalam hal kemampuannya  mengelola berbagai peran di dunia ini. Saya ikuti cara berpikirnya, pola hidupnya, semangat dan  energi yang tidak pudar, dan menginspirasi banyak orang.

Ternyata cara ini manjur bagi seorang perempuan yang selalu di kelilingi keruwetan menjalankan berbagi peran. Apa ada lagi nasihat anda? (Sri Hidayanti)

Senin, 07 November 2016

Inovasi Tiada Henti


Oleh Sri Hidayanti

Kehidupan ini sangat dinamis. Dunia penuh ketidakpastian. Banyak hal berubah begitu cepat. Keadaan seperti ini harus dihadapi dengan inovasi. Ya, inovasi menjadi satu keniscayaan dalam setiap segi kehidupan. Baik dalam masalah pekerjaan, bisnis, kehidupan keluarga juga tak luput dari sentuhan inovasi, agar tak terlalu menjemukan dan mengancam kebahagiaan.

Dalam berbisnis, saya tergolong sangat awam dan masih taraf coba-coba. Warung sembako saya ternyata tak semulus  yang saya harapkan. Saya pun memutar otak agar pelanggan tak lari. Mulailah saya menerapkan diskon sampai bonus setiap kali belanja di atas R 50 ribu dapat gratis sabun cuci piring.

Dalam pekerjaan, di Baitul Mal Aceh Tamiang yang saya pimpin, jika tidak mampu melahirkan program inovatif dan tepat sasaran, niscaya bakal kehilangan kepercayaan dari  masyarakat, maka wajib hukumnya para pengelola memiliki budaya inovasi. Bagaimana  caranya?

Dimulai dari diri amil itu sendiri. Harusnya setiap amil menyadari bahwa tugasnya adalah sebagai agen perubahan dan pemberdaya di tengah-tengah  masyarakat. Dialah yang mampu mentransformasikan masyarakat yang sebelumnya  lemah menjadi masyarakat yang mandiri.

Makanya diciptakan berbagai program yang tepat, agar masyarakt miskin cepat bangkit dari kemiskinannya. Apakah program yang selama ini diterapkan sudah benar. Dibuatlah perencanaan ulang, diorganisasikan, dilaksanakan, kemudian evaluasi ulang. Dimana kekuatan dan kelemahannya.

Ciptakan inovasi-inovasi agar efektif dan efisien. Saya memimpikan amil yang inovatif dan kreatif dan  tidak hanya menunggu perintah atasan. Ya, itulah harapan.  Ini baru tahap harapan saya sebagai pimpinan. Lalu, bagaimana dengan realitasnya?

Saya terdiam sejenak. Ternyata budaya inovasi ini belum merasuk pada kebanyakan  amil. Masih banyak amil yang bekerja tanpa disertai  motivasi yang kuat untuk menciptakan inovasi. Banyak amil yang bekerja tanpa dorongan spiritual yang kuat, keyakinan bahwa bekerja adalah ibadah, penghapus dosa yang tidak bisa digantikan dengan shalat, pusa dan lainnya.

Lalu, apa yang harus saya lakukan? Berdiskusi dengan senior yang lebih pengalaman tentunya. Saya bertanya pada para senior yang pengalaman dan manajemennya lebih baik. Saya pun berdiskusi dengan amil junior  yang pikirannya belum terkontaminasi, guna mencari masukan  dan cara pandang baru bagi kemajuan di masa akan datang.

Saya khawatir jika kemalasan menciptakan inovasi berakibat fatal, yang akhirya berdampak  pada kemunduran Baitul Mal Aceh Tamiang. Semoga saja tidak demikian.