Rabu, 25 Januari 2023

Baznas Rancang Fikih Kontemporer Zakat

JAKARTA -- Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo mengungkapkan akan merancang fikih kontemporer tentang zakat. Menurutnya, saat ini ada beberapa kondisi yang menuntut fikih tersebut guna meningkatkan peran zakat dalam menyejahterakan umat.
"Struktur ekonomi saat ini sangat berbeda dan jauh lebih kompleks dibandingkan masa Rasulullah SAW," ujar Bambang di Jakarta, Rabu (14/12/2016).

Bambang mencontohkan, dalam aturan tradisional, petani dikenakan zakat sebesar 10 persen. Menurut Bambang, hal itu perlu dipertimbangkan ulang mengingat kondisi ekonomi petani di Indonesia.
Sementara itu, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki pendapatan tetap dan risiko kecil dikenakan zakat sebesar 2,5 persen. "Nah, solusinya ya perlu ada fikih kontemporer," ujar Bambang.

Ia mengaku, akan melibatkan pihak-pihak terkait dalam menyusun fikih tersebut seperti Majelis Ulama Indonesia dan Kementerian Agama. Bambang mengatakan, upaya ini guna meyakinkan masyarakat bahwa basis zakat sangat luas.

"Jangan sampai enak-enak tidak membayar zakat karena fikihnya tidak ada. Untuk itu perlu sosialisasi dan edukasi," ujar Bambang seraya menambahkan, upaya ini juga bisa meningkatkan penyerapan zakat dari masyarakat. 

Apresiasi MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi upaya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) untuk menyusun fiqih kontemporer. MUI memahami bahwa hukum Islam bersifat dinamis dan BAZNAS menginginkan maslahat bagi umat.

Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid, menyampaikan, MUI senantiasa mendorong kepada lembaga, institusi dan organisasi kemasyaratan untuk melakukan kajian terhadap berbagai persoalan untuk mencari solusi yang maslahat bagi kepentingan umat. Termasuk yang berkaitan dengan pelaksanaan zakat.

Apalagi hukum Islam memang bersifat dinamis, mengikuti perkembangan kehidupan umat. ''Karena itu, MUI sangat mengapresiasi BAZNAS yang ingin melakukan kajian fiqih terkait dengan pelaksanaan zakat,'' ungkap Zainut melalui pesan aplikasi daring, Jumat (16/12).

Dalam hal ini, tentu MUI berharap kajian fiqih kontemporer atau yang biasa diistilahkan MUI sebagai kajian masail fiqhiyah mu'ashirah,  tidak keluar dari kaidah-kaidah dan metodologi dalam melakukan istimbath  hukum.

MUI sangat mengapresiasi BAZNAS jika dalam pembahasan nanti ada rencana melibatkan MUI. Sehingga hasil yang diperoleh memiliki legitimasi yang kuat dan bisa diterima oleh umat.

Baznas akan merancang fikih kontemporer tentang zakat. Di antara pertimbangannya, saat ini ada beberapa kondisi yang menuntut fikih tersebut guna meningkatkan peran zakat dalam menyejahterakan umat. Selain itu, situasi ekonomi saat ini berbeda dan jauh lebih kompleks dibandingkan zaman Rasulullah SAW. 

Keragaman Mazhab

Kasubdit Pengawasan Zakat Kementerian Agama, Muhammad Fuad Nasar, mengapresiasi langkah Baznas yang berencana membuat fikih kontemporer tentang zakat.
Fuad Nasar menilai, fiqih pernah disusun dan diterbitkan pada periode lalu, tapi memang perlu disempurnakan. "Langkah ini positif dan bermanfaat untuk pengembangan perzakatan di negara kita," kata Fuad kepada Republika, Senin (19/12).

Ia berharap, fikih zakat kontemporer mampu menjawab dan menjelaskan persoalan kekinian, baik yang terkait harta obyek zakat maupun distribusi zakat. Fuad mengingatkan, ulama-ulama terdahulu seperti Hasbi Ash-Shiddiqie, Ibrahim Hosen dan Ahmad Azhar Basyir telah merintis dan menulis literatur zakat.

Karenanya, lanjut Fuad, generasi saat ini tinggal melanjutkan apa yang telah dilakukan ulama terdahulu, serta mengembangkannya melalui literatur ijtihad. Menurut Fuad, jika terlaksana dengan baik, fikih zakat Baznas itu akan menjadi pegangan bagi amil zakat, dan turut menjadi rujukan bagi masyarakat luas.

Namun, ia meminta, Baznas tidak mengambil satu mazhab fikih tertentu untuk dianut, sehingga ada keragaman mazhab yang melatarbelakangi hukum di bidang zakat. Walaupun masyarakat muslim Indonesia sebagian besar mengikuti mazhab Syafi’i, Fuad berharap ada keragaman, baik konteks maupun konten.

"Sehingga, tidak terjadi kekakuan mazhab melainkan secara dinamis mengedepankan maqashid syariah sebagai tolak ukurnya," ungkap Fuad Nasar menambahkan. 

Sumber: Republika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar