Senin, 07 November 2016

Inovasi Tiada Henti


Oleh Sri Hidayanti

Kehidupan ini sangat dinamis. Dunia penuh ketidakpastian. Banyak hal berubah begitu cepat. Keadaan seperti ini harus dihadapi dengan inovasi. Ya, inovasi menjadi satu keniscayaan dalam setiap segi kehidupan. Baik dalam masalah pekerjaan, bisnis, kehidupan keluarga juga tak luput dari sentuhan inovasi, agar tak terlalu menjemukan dan mengancam kebahagiaan.

Dalam berbisnis, saya tergolong sangat awam dan masih taraf coba-coba. Warung sembako saya ternyata tak semulus  yang saya harapkan. Saya pun memutar otak agar pelanggan tak lari. Mulailah saya menerapkan diskon sampai bonus setiap kali belanja di atas R 50 ribu dapat gratis sabun cuci piring.

Dalam pekerjaan, di Baitul Mal Aceh Tamiang yang saya pimpin, jika tidak mampu melahirkan program inovatif dan tepat sasaran, niscaya bakal kehilangan kepercayaan dari  masyarakat, maka wajib hukumnya para pengelola memiliki budaya inovasi. Bagaimana  caranya?

Dimulai dari diri amil itu sendiri. Harusnya setiap amil menyadari bahwa tugasnya adalah sebagai agen perubahan dan pemberdaya di tengah-tengah  masyarakat. Dialah yang mampu mentransformasikan masyarakat yang sebelumnya  lemah menjadi masyarakat yang mandiri.

Makanya diciptakan berbagai program yang tepat, agar masyarakt miskin cepat bangkit dari kemiskinannya. Apakah program yang selama ini diterapkan sudah benar. Dibuatlah perencanaan ulang, diorganisasikan, dilaksanakan, kemudian evaluasi ulang. Dimana kekuatan dan kelemahannya.

Ciptakan inovasi-inovasi agar efektif dan efisien. Saya memimpikan amil yang inovatif dan kreatif dan  tidak hanya menunggu perintah atasan. Ya, itulah harapan.  Ini baru tahap harapan saya sebagai pimpinan. Lalu, bagaimana dengan realitasnya?

Saya terdiam sejenak. Ternyata budaya inovasi ini belum merasuk pada kebanyakan  amil. Masih banyak amil yang bekerja tanpa disertai  motivasi yang kuat untuk menciptakan inovasi. Banyak amil yang bekerja tanpa dorongan spiritual yang kuat, keyakinan bahwa bekerja adalah ibadah, penghapus dosa yang tidak bisa digantikan dengan shalat, pusa dan lainnya.

Lalu, apa yang harus saya lakukan? Berdiskusi dengan senior yang lebih pengalaman tentunya. Saya bertanya pada para senior yang pengalaman dan manajemennya lebih baik. Saya pun berdiskusi dengan amil junior  yang pikirannya belum terkontaminasi, guna mencari masukan  dan cara pandang baru bagi kemajuan di masa akan datang.

Saya khawatir jika kemalasan menciptakan inovasi berakibat fatal, yang akhirya berdampak  pada kemunduran Baitul Mal Aceh Tamiang. Semoga saja tidak demikian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar